January 27, 2013

Soredemo, Boku wa Yattenai (2007)


Soredemo, Boku wa Yattenai (2007)





  Soredemo, Boku wa Yattenai (2007)
I Just Didn't Do It
Director: Masayuki Suo
Release Date: January 20, 2007
Runtime: 143 min.
Language: Japanese
Country: Japan

Cast:
Ryo Kase
Koji Yakusho
Asaka Seto
Kohji Yamamoto
Masako Motai
Ken Mitsuishi
Fumiyo Kohinata

Watched: 24 January 2013



A courtroom is nothing more than a place where they speculate whether or not 
the defendant is guilty based on collected evidence

Teppei Kaneko (Ryo Kase), tipikal pemuda pada umumnya, dituduh melecehkan seorang siswi di kereta api (chikan). Karena kasus tersebut, dia diseret ke penjara kendati sebenarnya dia terbukti tidak bersalah. Sayangnya, kenyataan tidak berpihak padanya. Para polisi memaksanya mengaku tanpa pernah memberinya kesempatan mendengar penjelasannya sekali pun. Akhirnya, sang ibu, Toyoko kaneko (Masako Motai) dan teman dekatnya, Tatsuo Saito (Kohji Yamamoto) membentuk aliansi untuk membuktikan Tappei tidak bersalah. Mereka juga menyewa seorang pengacara Masayoshi Arakawa (Koji Yakusho) yang dibantu asistennya Riko Sudo (Asaka Seto)  untuk menangani kasus Tappei tersebut. 



Dengan durasi 143 menit, sempat membuat saya menyerngitkan dahi cukup lama. Kenapa? Karena film-film Jepang memang terkenal dengan durasi yang panjang dan alur cerita yang lambat. Pada saat saya menonton film ini saya dalam kondisi yang sedikit lelah, sehingga saya tidak yakin akan bisa menyelesaikan menonton filmnya dalam sekali tonton saja. Tapi ternyata alur cerita film ini cukup cepat. Hanya dalam durasi selang beberapa menit saja, tanpa babibu, sang karakter utama, Teppei, langsung di tuduh melakukan chikan dan ditangkap oleh polisi. Menit demi berlalu dengan tegang dan akhirnya tanpa sadar, saya berhasil menamatkan menonton film ini. Wow!

 

Ryo Kase menampilkan akting yang perfect sebagai Teppei Kaneko. Terlihat sangat jelas dari raut wajahnya yang sangat sangat kesal dengan hukum yang ada tapi sebagai warga sipil, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Mimik wajahnya ketika diam dalam kekesalan mendalam itu is totally cool dimata saya. Saya mulai menyukai aktor yang satu ini sejak dia main di Hachimitsu to Clover dan Letters from Iwo Jima. Akting brilian lainnya ditampilkan oleh Koji Yakusho dan Asaka Seto sebagai dua pengacara yang membela Teppei. Tak ketinggalan Masako Motai (My Boss My Hero), Koji Yamamoto (Suteki na Kanashibari), Ken Mitsuishi (Noriko's Dinner Table), dan Fumiyo Kohinata (Suteki na Kanashibari) yang juga menunjukkan akting yang mantap. 

 
Masa-masa sidang adalah yang adegan yang paling keren menurut saya. Belum lagi adegan tersebut juga menegangkan, sama tegangnya ketika menonton film thriller atau horor. Terutama ketika Teppei dihadapkan dengan korban di persidangan. Nyaris saya berulang kali menahan nafas melihat persidangan yang dibumbui pertarungan sengit antara pengacara Teppei dengan jaksa dan hakim. Belum lagi ketika harus mencari saksi kunci dari peristiwa tersebut yang nyaris nihil di tengah sibuknya kota Tokyo yang padat. Akhirnya ketika Teppei beserta para pendukungnya melakukan reka ulang kejadian, adegan tersebut menjadi salah satu adegan favorit saya dalam film ini.


Soredemo, Boku wa Yattenai yang merupakan kisah nyata seorang Kato Hideki ini, menyajikan secara gamblang sistem hukum yang berlaku di Jepang. Salah satu yang mengejutkan adalah bahwa tidak adanya praduga tak bersalah. Padahal saya yang penggemar film-film dari negeri Sakura tersebut, selama ini mengetahui bahwa para polisi di sana sangat ramah dan tidak membebankan orang tanpa bukti yang nyata, seperti yang disajikan dalam film-film mereka. Tapi justru apa yang saya lihat dalam film ini adalah kebalikannya. Jika anda dituduh melakukan kejahatan, lebih baik anda mengaku saja lalu membayar denda, daripada anda melakukan hal sebaliknya, maka anda akan mengalami nasib yang sama seperti yang terjadi pada tokoh Teppei dalam film ini. Orang yang tak bersalah dipaksa untuk melawan ketidakadilan yang terjadi pada hukum dan undang-undang yang keliru. Bahkan di pengadilan, kita akan diperlihatkan bagaimana sosok sebenarnya para instansi hukum di negara itu yang tak jauh berbeda dengan yang ada di negeri kita sendiri.


Akhirnya, saya cuma bisa bilang bahwa saya benar-benar "stress" menonton film ini. Bahkan endingnya pun hanya bisa membuat saya menarik nafas panjang. Tapi begitulah yang terjadi dalam hidup sebenarnya tanpa rekayasa apapun. Kenyataannya memang begitulah hukum yang berlaku di dunia ini, yang menang yang punya kekuasaan dan uang. Miris!

1 comment:

Unknown said...

Download filmnya dimana kak, dicari gak ketemu2

Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png