January 12, 2014

3 Hari untuk Selamanya (2007)


3 Hari untuk Selamanya (2007)



"Gue takut gue bukan apa-apa?"
"Maksudnya?"
"Gue takut gue nggak bisa jadi apa-apa."
"Hidup kan tentang perjuangan lagi, Bar. "



Yusuf (Nicholas Saputra) dan sepupunya Ambar (Adinia Wirasti), ditugaskan untuk mengantar seperangkat piring dan gelas antik untuk pernikahan kakak Ambar. Mereka menempuh perjalanan dari Jakarta ke Yogyakarta dengan mobil. Perjalanan yang seharusnya ditempuh dalam waktu sehari, menjadi tiga hari karena beberapa hal yang mereka alami dalam perjalanan yang merubah hidup mereka selamanya. 

Menonton road movie seperti 3 Hari Untuk Selamanya ini jelaslah harus menyiapkan mental dan fisik kuat untuk menontonnya. Kenapa? Hal yang paling ditakutkan adalah BOSAN!!!. Saya pribadi sempat ragu untuk menontonnya tetapi karena banyak yang mengatakan bahwa film ini mempunyai dialog-dialog yang cerdas dan mengesankan, saya jadi tertantang menonton film berdurasi 104 menit ini. Hasilnya? Saya setuju dengan pendapat orang-orang yang telah menontonnya, dimana kekuatan film ini memang terletak pada dialog-dialognya yang cerdas, segar dan to the point alias langsung menusuk ke dalam hati. Dialognya yang sekilas terkesan vulgar dan tidak mendidik itu, malah sebenarnya memiliki makna yang sangat mendalam, menggambarkan hal yang sebenarnya terjadi di masyarakat saat ini. Kita akan melihat gap antara gaya hidup tradisional dengan modern, dan ironisnya kebanyakan orang Indonesia terjebak dalam kedua situasi tersebut.

Percakapan antara kedua karakter yang sangat bertolak belakang - Yusuf yang cerdas, sopan, agak naif dan kurang gaul dengan Ambar yang berjiwa bebas dan terbiasa hidup dalam hedonisme kota seperti free sex, ganja, rokok, dan alkohol - terasa mengena dan jujur. Kita akan merasa geli dan nyengir-nyengir sendiri mendengar percakapan dua orang tersebut tentang pernikahan, seks, narkoba, hingga agama yang terdengar nyeleneh dan agak vulgar, namun memang menggambarkan realita yang terjadi pada generasi muda jaman sekarang. Salah satu percakapan yang menarik ketika mereka membahas usia-usia penting dan kritis yang dialami manusia yaitu usia 27, 29 dan 35. Dimana Kurt CobainJimi Hendrix dan Chairil Anwar meninggal di usia 27 tahun. Percakapan yang membahas umur tersebut seperti ini: “Pokoknya pas lo umur 27, lo akan ngambil sebuah keputusan penting yang akan ngubah hidup lo”; “Pas lo umur 29, posisi Bumi sama Planet Saturnus itu balik lagi di posisi yang sama waktu lo lahir. Nah Planet Saturunus itu, planet yang mempengaruhi alam bawah sadar lo. Itu semua, naluri alamiah lo, keluar semua. Meledak!” Keseluruhan dialog percakapan antara Yusuf dan Ambar memang cerdas dan wajar terjadi di antara dua orang yang memang sedang mencari identitas jati diri masing-masing. Hampir semua topik yang dibicarakan terasa menggantung, tidak ada solusi dan berlalu begitu saja. Namun hal tersebut wajar-wajar saja. Toh, kita juga sering seperti itu ketika bercerita. Yang terpenting adalah pembicaraan mengalir sambil mengeluarkan pendapat dengan topik yang beragam jenisnya.

Selain itu, film ini juga menggambarkan beragam budaya dan keindahan alam dari daerah-daerah yang dilewati selama dalam perjalanan. Namun, keindahan alamnya tidak serta merta diekspos berlebihan, melainkan dibiarkan tampil natural apa adanya, layaknya seperti kita memang benar-benar menikmati pemandangan ketika sedang dalam perjalanan. Dan sepanjang perjalanan tersebut, kita akan ditemani lagu-lagu dari Float dengan salah satu lagunya yang judulnya sama dengan judul film ini, Tiga Hari Untuk Selamanya. Di samping itu, beberapa peristiwa yang dialami oleh Yusuf dan Ambar selama dalam perjalanan tersebut, menjadikan film ini penuh dengan momen-momen yang berkesan. Hal-hal yang terkesan tidak begitu penting sepanjang perjalanan justru berhasil menghidupkan suasana perjalanan itu sendiri. Munculnya karakter kepala desa genit yang diperankan Tarzan menambah sedikit ruang segar dalam film ini. Dan Riri Riza menunjukkan dengan gamblang bagaimana sebenarnya sifat asli orang Indonesia itu sendiri - terutama orang desa yang sebenarnya tidak sepolos yang diduga - lewat berbagai peristiwa yang dialami Yusuf dan Ambar ketika menginap di rumah kepala desa tersebut. Nicholas Saputra dan Adinia Wirasti jelas memiliki andil besar menghidupkan film ini lewat karakter yang mereka perankan. Dan bagusnya, chemistry antara Nicholas dan Adinia terjalin dengan sangat baik. Baik Nicholas maupun Adinia bermain lepas, santai dan natural.

Memang, film ini bagi sebagian orang akan terasa flat dan tanpa klimaks, nyaris hanya berisi celotehan panjang dua orang yang sedang dalam perjalananan, namun film ini patut diapresiasi lebih. Terutama karena film ini adalah hasil karya anak negeri yang peduli akan sajian tontonan yang bagus dan bermutu tanpa mementingkan segi komersil belaka demi kemajuan perfilman dalam negeri.





Title: 3 Hari Untuk Selamanya | Director: Riri Riza | Duration: 104 minutes | Country: Indonesia | Starring: Nicholas Saputra, Adinia Wirasti | IMDb










7 comments:

anonymouse said...

okeh, lagi-lagi, film ini ane tonton di kamar si bassist kesayangan kami semua, terlebih karena saat itu kami agak kaget waktu si beliau ini bilang kalo salah satu dialog di film ini ada yg mirip dg persepsi ane ttg angka 27, yg lucunya, kebetulan dibahas juga sedikit di blog ini dimana yg punyanya via telegram nyuruh ane komen post-postnya..

dua tujuh itu emang beda..

Radira said...

Jujur banget, sih masbro soal komen via telegram.. kan aku belum siap terkenal :D

Jadi situ dua tujuh atau tujuh dua???

Dinda Indah Asmara said...

nontonnya dimana?

mizzyu said...

Film yang apa adanya... Natural... Mungkin terkesan sederhana. Tapi kadang2, keserhanaan justru membuat jadi lebih karena dekat dengan kenyataan ^-^

Unknown said...

Film yg ga biasa, unik dan gampang dicerna..

Tasyasalsa said...

Bisa download film ini dimana yah?

Kisa Souma said...

kak, boleh minta link download nya? pengen banget nonton...

Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png