May 26, 2013

Chungking Express (1994)


Chungking Express (1994) 






Chungking Express (1994)
Chung Hing sam lam
  Drama | Mystery | Romance
Director: Wong Kar-wai
 Music: Frankie Chan, Roel. A Garcia
 Release date(s): 14 July 1994
 Running time: 102 minutes (US),  98 minutes (HK)
Country: Hong Kong
Language: Cantonese, Mandarin, English, Japanese, Hindi

Starring:




If memories could be canned, would they also have expiry dates? If so, I hope they last for centuries.


Sejak menonton trilogy buatan Wong Kar-Wai, saya semakin menyukai karya sutradara satu ini. Dan kali ini saya memilih Chungking Express. Chungking Express memiliki dua segmen cerita yang tidak memiliki kaitan namun memiliki kesamaan tema, patah hati dan kesepian. Nyaris hampir di setiap film karyanya, Wong selalu menciptakan tema tersebut.

 

Segmen pertama bercerita tentang seorang polisi berkode 223, He Zhiwu (Takeshi Kaneshiro) yang baru putus dari pacarnya setelah menjalin hubungan selama lima tahun bernama May. Zhiwu sama sekali tak bisa melupakan May. Untuk mengusir kesedihannya, dia berjogging. Dengan jogging, akan membuatnya  berkeringat banyak sehingga tidak ada air yang tersisa untuk membuatnya menangis, begitu pikirnya. Karena begitu putus asanya, Zhiwu memutuskan untuk jatuh cinta pada wanita pertama yang dilihatnya di bar pada suatu malam. Wanita cantik berambut pirang tersebut ternyata anggota sindikat penyelundupan narkoba.




Sedangkan segmen kedua bercerita tentang polisi berkode 663 (Tony Leung Chiu-Wai) yang baru ditinggal pacarnya yang seorang pramugari (Valerie Chow). Hampir setiap hari, dia pergi ke sebuah kios makanan ringan untuk membeli makanan. Diam-diam, salah seorang pekerja di kios itu yang bernama Faye (Faye Wong) jatuh cinta padanya.



Ceritanya pun seperti biasa, sederhana. Tentang kesepian karena patah hati. Namun patah hati bukan akhir segalanya, begitulah yang disampaikan Wong lewat film ini. Wong pun menggambarkannya dengan begitu indah, artistik, dan unik walau hanya dengan setting yang sederhana dan terlalu biasa; kios makanan kecil, pasar yang ramai dan penuh sesak, atau apartemen yang kurang terurus dan berantakan. Di balut dengan musik yang tepat, semakin membuat film ini menjadi luar biasa. Tak lupa, dialog-dialognya pun sangat bagus dan berkesan, tipikal film seorang Wong. Mungkin sedikit yang mengganggu adalah ketika adegan tembak-menembak atau lari, pergerakan kamera dibuat sangat cepat sehingga membuat pusing ketika menontonnya.



 


Lalu bagaimana dengan akting para pemainnya? Semuanya bermain sangat totalitas. Takeshi Kaneshiro - walau porsinya tak sebanyak Tony Leung - mampu membuktikan diri sebagai seorang pria yang luar biasa kesepian dan frustasi sejak ditinggal sang kekasih. Lalu Briggite Lin yang aktingnya sangat keren sebagai seorang wanita pirang sindikat narkoba. Adegannya ketika menodongkan pistol menjadi scene favorit saya dalam film ini.  



 

Faye Wong pun bermain sangat bagus dengan karakternya yang cuek dan tomboy. Di sini akan terlihat karakter Faye yang begitu terobsesi dengan cinta, hingga menjadikannya kadang-kadang liar dan gila hanya untuk menarik perhatian orang yang disukainya. Adegan ketika Faye diam-diam menyelinap ke apartemen si polisi 663, lalu mengacak-acak ruangan, membersihkannnya lalu mengganti hampir semua barang yang ada dengan yang baru menjadi suguhan yang lucu nan menarik. Dua jempol untuk akting "gila" Faye Wong.




Dan terakhir tentu saja Tony Leung Chiu-Wai yang selalu bermain bagus di tiap film besutan Wong. Saya lebih suka aktingnya dalam film ini dibandingkan ketika di In the Mood for Love. Sikap coolnya benar-benar membuat gregetan.

  
 

Sekali lagi, Wong Kar-Wai berhasil membius saya dengan balutan karyanya yang begitu menarik untuk ditonton melalui pandangan yang berbeda tentang arti sebuah cinta.
  
 
 
  
 
 
 










May 25, 2013

2046 (2004)


2046 (2004)



2046 (2004)
Drama | Fantasy | Romance
Director: Wong Kar-wai
Release date(s): 20 May 2004 (Cannes), 29 September 2004
Running time: 129 minutes
Country: Hong Kong
Language: Cantonese, Japanese, Mandarin
 
Starring:






"Everyone who goes to 2046 has the same intention, they want to recapture lost memories. Because in 2046 nothing ever changes. But, nobody knows if that is true or not because no-one has ever come back"


Akhirnya, 2046 merupakan sajian penutup dari trilogy karya Wong Kar-Wai setelah Days of Being Wild (1990) dan In the Mood for Love (2000). Aktor utamanya masih diperankan oleh Tony Leung Chiu-Wai yang hanya muncul beberapa menit di akhir cerita Days of Being Wild dan merupakan pemain utama di In the Mood for Love.



Chow Mo-wan (Tony Leung Chiu-Wai) adalah seorang penulis yang menulis tentang masa depan. Namun sebenarnya apa yang dia tulis adalah masa lalu. Chow menulis cerita fiksi berjudul 2046 yang diambil dari pengalaman pribadinya bersama para wanita yang pernah dia temui; Lulu (Carina Lau), Bai Ling (Zhang Ziyi), Wang Jing Wen (Faye Wong), dan Su Li-Zhen (Gong Li).

 

Dalam cerita tersebut, Chow menjadikan dirinya dalam karakter seorang lelaki Jepang bernama Tak (Takuya Kimura) yang jatuh cinta pada robot android wanita yang menemaninya selama dalam perjalanan panjang menuju tempat misterius, 2046. Siapa pun yang ingin kesana, memiliki tujuan yang sama yaitu menemukan kembali memori yang hilang.


Seperti film-film karya Wong Kar-Wai, kali ini pun Wong menggambarkan individu-individu yang kesepian yang mencoba terhubung dengan orang lain melalui cara mereka sendiri. Karakter-karakter yang tercipta dalam film ini memiliki karakter dengan hambatan pribadi mereka sendiri. Seperti halnya Chow yang tidak ingin merasakan kegagalan kedua kalinya seperti dalam  In the Mood for Love (2000) ketika menjalin hubungan dengan lawan jenis. Itulah mengapa dia tak pernah terpaku pada satu orang wanita dan lebih sering melakukan one night stands. Hasilnya, yang terluka adalah dari pihak wanita, seperti Bai Ling yang tidak pernah mampu masuk dalam kehidupan Chow.

 

Gambaran kegagalan di masa lalu, membekas kuat di ingatan Chow sehingga secara emosional tidak mampu membentuk ikatan hubungan dengan siapa pun. Chow menggambarkannya melalui tokoh android wanita yang tidak mampu merespon perasaan yang ada. Nampaknya hal tersebut dipahami betul oleh Su Li-Zhen kedua, sehingga dia menolak berhubungan lebih jauh dengan Chow.


Kali ini "The Real Chow behind his Mask" ditunjukkan secara gamblang. Karakternya seolah berubah 180 derajat dengan yang kita liat di In the Mood for Love (2000). He's like a bastard! A nicely bastard! Tony Leung Chiu-Wai pun membuktikan bahwa he's the real actor, selalu mampu berperan dengan karakter yang berbeda.


Untuk para pemain wanitanya, Zhang Ziyi terlihat yang paling menonjol. Karakternya sebagai Bai Ling menghiasi hampir separuh film dengan masuk ke kehidupan Chow, lalu pergi dan datang kembali. Zhang Ziyi menampilkan performance yang sangat bagus.

  

Karakter dengan nama Su Li Zhen lainnya yang diperankan oleh Gong Li juga karakter yang singkat. Tapi justru karakter tersebut yang paling membekas. Kissing scene-nya dengan Chow merupakan memorable scene yang melibatkan emosi mental dan fisik. Gong Li, seperti biasa: superb! Sedangkan karakter Su Li Zhen yang diperankan oleh Maggie Cheung hanya tampil sekilas dalam beberapa flashback.

 

Lalu karakter Wang Jing Wen (Faye Wong) juga menyita perhatian, kendati karakter tersebut tidak berpengaruh banyak pada karakter Chow. Begitu pun dengan karakter Lulu/Mimi (Carina Lau) yang hanya muncul dalam ingatan dan imajinasi Chow. Baik Faye maupun Carina bermain tak kalah cantiknya dengan para pemeran wanita lainnya.
  

Tak ketinggalan ada aktor Jepang ternama Takuya Kimura yang berperan sebagai kekasih Wang Jing Wen/Tak. Kimutaku pun kali ini membuktikan totalitasnya dalam berakting.


Jika anda pernah/sudah menonton karya Wong, anda pasti akan paham betul bahwa sutradara satu ini selalu menampilkan sinematografi yang indah di tiap filmnya. Permainan warna yang menarik, pengambilan angle yang tidak biasa atau pun para karakternya yang selalu berbicara dalam bahasa masing-masing untuk berkomunikasi. Semuanya menjadi sajian komplit yang indah untuk menikmati karya seorang Wong Kar-Wai.

 

Whenever anyone asks me why I left 2046 I give them some vague answer. Before .... when people had a secret they did not want to share, the would climb a mountain. They would find a tree and carve a hole into it. And whisper the secret into the hole, then cover it over with mud. That way, nobody else would ever discover it.




IMDb








Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png