October 25, 2012

Wait Until Dark (1967)

Wait Until Dark (1967)







Wait Until Dark (1967)
Crime | Drama | Horror

Director : Terence Young
Release date(s) : October 26, 1967
Running time : 108 minutes
Country : United States
Language : English

Starring :



Setelah menonton The Spiral Staircase, saya merasakan sensasi menegangkan ketika menontonnya dan saya tertarik untuk menonton film lain dengan tema sejenis. Tapi filmnya harus film lawas karena pasti ceritanya orisinil. Akhirnya saya direkomendasikan oleh teman untuk menonton Wait Until Dark. Saya pun menonton film ini dengan ekspektasi yang tinggi.




Tapi tampaknya ekspektasi saya terlalu berlebihan sehingga kesan menegangkan yang diharapkan tidak begitu berkesan. Untuk plot ceritanya, saya acungin jempol karena memang bagus dipadu dengan alur cepat. Begitu pun akting pemainnya, brillian! Terutama siapa lagi kalau bukan sang aktris utama, Audrey Hepburn yang ternyata mampu memerankan peran seorang wanita yang buta dengan apik. Pemain lainnya yang mencuri perhatian adalah sang villain sendiri Alan Arkin. 



Wait Until Dark bercerita tentang seorang wanita buta bernama Susy Hendrix (Audrey Hepburn), istri dari Sam (Efrem Zimbalist Jr.), seorang fotografer yang dititipi sebuah boneka oleh seorang wanita ketika di bandara. Harry Roat, yang merupakan kenalan wanita yang menitipkan boneka pada Sam, menyuruh Mike Talman (Richard Crenna) dan Carlino (Jack Weston) untuk menemukan boneka yang diisi heroin tersebut di rumah Sam. 



Ketika Sam pergi ke luar kota, Mike berpura-pura menjadi teman Sam. Dibantu oleh Roat dan Carlino, mereka menipu Susy demi mencari dimana boneka tersebut berada. Kendati Susy buta, namun ternyata usaha pencarian boneka tersebut tidaklah mudah. Apalagi Susy dibantu oleh seorang gadis kecil yang merupakan tetangganya bernama Gloria (Julie Herrod).
 


Hmm.. di awal saya bilang saya terlalu berlebihan memberikan ekspektasi pada film ini. Alasannya karena adegan menegangkan yang saya dapat terlalu sebentar. Ketegangan yang singkat itu memang merupakan klimaks dari film ini, dimana Susy harus berhadapan satu lawan satu dengan Roat di ruangan yang gelap. Saya sarankan, anda sedikit berhati-hati ketika di scene ini karena bakal ada surprise yang menanti anda, the most memorable scene in the movie, seperti yang anda dapat ketika anda menonton Psycho. Bahkan scene ini jauh lebih menegangkan dan mungkin bisa membuat anda berteriak seketika. Tapi sayangnya, saya nggak teriak (Ahh..!!). Yah, memang salah saya sendiri menontonnya tidak malam hari seperti ketika saya menonton The Spiral Staircase sehingga sensasinya kurang terasa. Tapi, horor dalam film ini memang cukup mencekam tanpa harus menyajikan sosok hantu atau monster. 



October 08, 2012

In My Father's Den (2004)

In My Father's Den (2004)





In My Father's Den (2004)

Mystery | Drama | Thriller

Director: Brad McGann
Release date(s): 7 October 2004
Running time: 128 minutes 
Country: New Zealand
Language: English

Starring:
 Matthew Macfadyen,
Emily Barclay,
Miranda Otto

Watched : 6 October 2012



Dibuka dengan narasi dari seseorang yang entah siapa (pada akhirnya saya tahu siapa yang bernarasi), In My Father's Den menampilkan adegan awal seorang cewek yang terbaring di atas rel kereta api. Lalu scene berlanjut dengan kepulangan Paul Prior (Matthew MacFadyen) - seorang fotografer terkenal - ke kampung halamannya di Selandia Baru karena mengunjungi upacara pemakaman ayahnya. Saudaranya, Andrew (Colin Moy) menyarankannya untuk tinggal di rumahnya, namun Paul menolak karena sudah memesan tempat di hotel. Andrew menyuruh Paul untuk membereskan ruang kerja ayah mereka. 



 


Di ruang kerja tersebut, Paul mengingat kembali kenangan-kenangan masa lalunya beserta alasannya meninggalkan tanah kelahirannya tersebut. Paul bertemu dengan para sahabat dan mantan kekasihnya Jackie (Jodie Rimmer). Putri Jackie, Celia, (Emily Barclay) malah akrab dengan Paul. Lalu,  keakraban tersebut terusik ketika Celia tiba-tiba dinyatakan hilang dan Paul dituduh sebagai pelakunya.


 




Ketika sepertiga bagian film barulah saya merasakan film ini sangat menarik karena jujur saja, awalnya saya dua kali menyerah untuk menontonnya karena tensinya yang cenderung lambat seperti film-film Jepang dan Korea. Namun akhirnya film menjadi menarik dengan jalan cerita dan konflik yang disajikan. Penuh misteri dan teka-teki (genre favorit saya). Sepanjang film saya bertanya-tanya kenapa begini, kenapa begitu. Bahkan saya menebak-nebak terus kemana arah jalan cerita dari film ini. Hingga akhirnya ketika menjelang ending, tebakan saya tepat (udah cocok kayaknya saya jadi detektif, LOL)



  



Dengan sajian plot yang menarik, didukung sinematografi yang bagus dan casts yang mantap, tak salah jika film ini memenangkan banyak penghargaan, bahkan menjadi one of the top 10 grossing New Zealand films. Satu lagi yang saya suka dari film ini adalah pengambilan gambar pemandangan alam yang indah dari negeri kangguru ini. Lihatlah ketika Celia berjalan di rel kereta api, pemandangan di sekitarnya sungguh menakjubkan (Saya jadi ingin jalan di atas rel itu juga LOL).







Satu lagi yang mencuri perhatian saya adalah karakter Penny (Miranda Otto) istri Andrew yang religius. Walau mendapat peran yang kecil dengan sedikit dialog, namun mimik dan gesture yang ditampilkannya superb.





In My Father’s Den memang merupakan sebuah drama keluarga yang penuh thriller, rahasia, serta kebohongan yang kelam, namun disajikan dengan indah dan menyentuh. Dengan tempo yang lambat memang kita harus bersabar untuk menontonnya. Tapi percayalah, anda akan disajikan ending penuh kejutan yang memuaskan.













Eiga: Kurosagi (2008)

Eiga: Kurosagi (2008)

[The Black Swindler]




Kurosagi (2008)
Crime | Drama | Thriller

Director : Yasuharu Ishii
Release Date:
Running time: 127 minutes
Country: Japan
Language: Japanese 

Casts :
Naoto Takenaka 
Tsutomu Yamazaki
Show Aikawa


Setelah menamatkan doramanya (J-drama) cuma dalam waktu beberapa hari aja, saya lanjut menonton filmnya. Nggak ada yang berubah dari doramanya, pemerannya masih sama dengan beberapa tambahan pemeran baru seperti Naoto Takenaka yang jadi Shirosagi (white swindler). Yamapi-chan masih tetap kawaii (@_@). Bahkan lagu Daite Senorita jadi insert song di film ini. Akting Tsutomu Yamazaki sebagai Katsuragi masih tetap ciamik. Yang berubah kayaknya cuma rambut Maki yang jadi tambah pendek. #abaikan. 
Kali ini Kurosaki (Tomohisa Yamashita) harus menghadapi Toru Ishigaki (Naoto Takenaka) yang menjadi kunci untuk bisa bertemu dengan Mikimoto (Shiro Kishibe). Tapi sebelumnya Kurosaki harus membongkar semua penipuan yang dilakukan oleh Ishigaki. Belum lagi pergolakan batinnya menghadapi Katsuragi. Kurosaki pun menghadapi dilema.




 

Dengan cerita yang datar dan nyaris tanpa konflik serta klimaks, membuat film ini jadi terasa begitu membosankan, apalagi dengan durasi dua jam lebih. Oh, NOOO!! Kalau bukan karena Yamapi, udah malas saya nontonnya. Apalagi kehadiran Maki Horikita dalam film ini seolah-olah hanya sebagai "pemanis" aja. Nggak ada adegan "romantis terselubung" antara Kurosaki dan Tsurara seperti dalam doramanya. Saya juga merindukan momen Kurosaki dan Tsurara yang selalu bertemu ketika jalan pulang. Tapi di film ini kita malah melihat Kurosaki yang naik mobil (naik derajat, nih ceritanya?) dan jadi terasa aneh. Ah, kecewa!!






 


Ya, film ini lebih terfokus pada hubungan antara Kurosaki dan Katsuragi semata ditambah embel-embel khas penipuan. Dalam dua jam (yang begitu lama menurut saya), saya ingin sekali men-skip-skip tiap adegan yang menurut saya nggak perlu and just waste time! Seperti tata cara penggunaan money card yang diperagakan Kurosaki, di mata saya terlihat begitu silly. Oh, No!!. Hal seperti itu lebih cocok ditampilkan di dorama aja.




 


Lagi-lagi saya bertahan hanya karena ada Yamapi (He's kawaii, you know?!). Tapi ketika Yamapi berbicara dalam bahasa Inggris, ampun, deh, saya pengen ketawa ngakak aja dengarnya. Lafal dan intonasi pengucapannya aneh banget, walaupun kaget juga dengar dia bisa ngomong Inggris cepat gitu. Yah, setidaknya akting Takenaka Naoto cukup menghibur. Sejak melihat Naoto di Nodame Cantabile dan beberapa filmnya yang sudah saya tonton, aktingnya belum ada yang mengecewakan buat saya.






 


Endingnya benar-benar, deh! Benar-benar bikin nggak puas. Sepertinya sang sutradara emang sengaja bikin endingnya kayak gitu, mungkin mau bikin sekuelnya kali. Tapi bagi penggemar doramanya seperti saya, pasti sangat kecewa dengan film ini. Entah kenapa, ketika sebuah dorama diadaptasi ke layar lebar, kebanyakan gagal. Seperti GTO, Gokusen, Liar Game dan Kurosagi ini. Seharusnya konsep yang ada di dorama, harus dirubah total dan disesuaikan untuk sebuah film layar lebar. Akhirnya, saya cuma mengharap semoga ada sekuelnya dengan format dan jalan cerita yang lebih bagus. Ma-i-do-ari, Bang!!



Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png