April 28, 2013

Perfect Blue (1997)


Perfect Blue (1997)






Perfect Blue (1997)
Animation | Horror | Mystery 
Based on Perfect Blue by Yoshikazu Takeuchi
Director: Satoshi Kon
Music by Masahiro Ikumi
Studio Madhouse
Release date(s): July 1997 (Fantasia Festival)
February 28, 1998 (Japan)
Running time: 85 minutes
Country: Japan
Language: Japanese

Starring:
Lagi-lagi Satoshi Kon membuat saya terhipnotis dengan karya-karyanya yang cemerlang. Setelah Millenium Actress, Tokyo Godfathers dan Paprika, saya mencoba mencicipi Perfect Blue yang harusnya saya tonton duluan dibanding dua film tersebut. Ya, saya memang terlambat menikmati karya-karya indah seorang Satoshi Kon.



Mima Kirigoe, seorang pop idol, meninggalkan grup yang membesarkan namanya, CHAM, untuk meniti karir menjadi seorang aktris. Mima mendapat peran kecil dalam sebuah drama berjudul Double Bind. Namun, beberapa penggemar tidak rela Mima keluar dari CHAM, khususnya penguntit yang menamakan diri "Me-Mania". Mima mendapat teror dan disebut "Pengkhianat". Bahkan sebuah website bernama "Mima's Room" dibuat oleh seseorang yang mengetahui semua tindak-tanduk yang dilakukannya. Kehidupan Mima mendadak berubah seperti neraka.  


Seperti halnya Paprika, Perfect Blue juga menyajikan tiap adegannya silih berganti antara yang nyata dan ilusi. Penonton dibiarkan bertanya-tanya, yang mana sebenarnya adegan yang nyata dan yang mana yang hanya merupakan fantasi, halusinasi, atau adegan dalam film yang diperankan Mima. Ketegangan film dibangun bertahap dan dieksekusi dengan indah. Dan seperti halnya film-film buatan Kon, penonton jelas harus berpikir keras tentang jalan ceritanya. Scene yang disajikan pun full of nudity, gore, darah dimana-mana, dan terntunya wabah horor psikologis. Tak pelak kita seperti sedang menonton film ala Hitchcock

  


Mengingat anime ini dibuat pada tahun 1997, saya semakin takjub dengan artworknya yang sebagus dan seindah Paprika atau pun Millenium Actress. It looks like a real one! Itulah kenapa saya justru lebih menyukai anime buatan Madhouse ketimbang Ghibli.


Tak dapat dipungkiri, banyak scene dalam film ini yang sepertinya ditiru oleh banyak film lain. Bahkan konsep cerita Perfect Blue mengingatkan kita pada film Black Swan atau Memento dan film-film buatan Hitchcock. Apapun itu, Perfect Blue bisa menjadi alternatif lain dalam menikmati sajian horor psikologis dalam sebuah anime. 

  
 
 
 
 
 











Tokyo Godfathers (2003)


Tokyo Godfathers (2003)






Tokyo Godfathers (2003)
Adventure | Animation | Drama 
Director: Satoshi Kon & Shōgo Furuya
 Music: Keiichi Suzuki Moonriders
Release date(s): November 8, 2003 (Japan)
Running Time: 92 minutes
Country: Japan
Language: Japanese

 Starring:


Pada malam Natal di Tokyo, tiga orang tunawisma yang hidup di jalanan di Tokyo: Miyuki, seorang gadis muda yang kabur dari rumah; Hana, seorang waria; dan Gin, seorang lelaki paruh baya yang pemabuk menemukan seorang bayi di antara tumpukan sampah. Hana yang berdelusi ingin menjadi seorang ibu, membujuk kedua temannya tersebut agar merawat sang bayi untuk satu malam. Keesokan harinya, dengan berbekal sebuah "kunci" yang didapat di samping sang bayi yang ditinggalkan tersebut, mereka memulai petualangan mereka untuk mencari orang tua sang bayi.


Satoshi Kon. Nama itu terdengar tidak asing bagi para penikmat film anime. Karya-karya buatannya memang masterpiece. Satu lagi karyanya yang gemilang, Tokyo Godfathers. Yeah, menilik judulnya, penonton akan langsung berasumsi bahwa anime ini mungkin menceritakan kisah yakuza seperti film The Godfather. Eits, tidak sesederhana itu ternyata. Mungkin masih ada sedikit hubungan tapi bukan itu inti ceritanya.

  

Kali ini plotnya terkesan lebih realistis daripada buatan Kon sebelumnya yang lebih banyak menampilkan fantasi. Ceritanya pun sederhana tanpa berlebihan dan tak serumit Perfect Blue, Millennium Actress atau Paprika dan lebih banyak menyuguhkan komedi, dark comedy tentunya. Kon menampilkan komedi kehidupan yang menggelitik dengan lika-liku kehidupan. Kon mampu membuat kita betah mengikuti petualangan hidup yang menarik, lucu, penuh rahasia, penuh konflik, serba kebetulan dan penuh makna bersama tiga gelandangan tersebut.


Selain cerita yang menarik dan sinematografi yang indah, salah satu kelebihan dari karya-karya Kon adalah karakter unik tiap tokohnya. Kali ini, karakter Hana yang menjadi karakter paling mencuri perhatian, terutama dengan tingkah lakunya dan mimik wajahnya yang lucu dan sering kali mengundang tawa. Pun begitu, porsi yang ditampilkan seimbang untuk ketiga tokoh utamanya.

 
 
 

Lewat Tokyo Godfathers, Kon seolah menunjukkan bahwa keajaiban itu memang ada dalam hidup, tinggal kita percaya atau tidak. Dan yang terpenting adalah jujur pada diri sendiri. Tokyo Godfathers is a fantastically funny, heartwarming, touching, enjoyable movie. It also holds an immense amount of moral value. 













April 27, 2013

The Disappearance of Haruhi Suzumiya (2010)


The Disappearance of Haruhi Suzumiya (2010)








The Disappearance of Haruhi Suzumiya (2010)

Suzumiya Haruhi no shôshitsu

Animation | Comedy | Drama
Director: Tatsuya Ishihara
Yasuhiro Takemoto
Music: Satoru Kōsaki
Release date(s): February 6, 2010
Running Time: 164 minutes
Country: Japan
Language: Japanese


Starring:
Aya Hirano
Tomokazu Sugita
Minori Chihara
Yūko Gotō
Daisuke Ono






Haruhi Suzumiya beserta Brigade SOS berencana membuat pesta natal di ruangan klub. Kyon, yang seperti biasa pendapatnya selalu tak dihiraukan Haruhi, mau tidak mau mengikuti juga keinginan Haruhi. Namun pada tanggal 18 Desember, Kyon menyadari banyak hal aneh terjadi di sekelilingnya.

 
 

Bangku di belakangnya yang harusnya diduduki oleh Haruhi, malah dipakai oleh Asakura Ryoko dan tak seorang pun di sekolah yang mengenal sosok Haruhi. Tidak hanya itu, Asahina Mikuru juga tidak mengenal Kyon. Lalu seisi kelas Koizumi Itsuki mendadak hilang dan perubahan karakter yang berbeda drastis pada Nagato Yuki yang dikenalnya. Dengan kebingungan, Kyon mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Satu-satunya petunjuk yang didapatnya hanyalah pembatas buku yang ditemukan di dalam novel yang pernah dipinjamkan Nagato padanya.

 

Sejujurnya, saya kebingungan dengan jalan ceritanya berhubung saya tidak mengikuti seriesnya The Melancholy of Haruhi Suzumiya atau pun novelnya sehingga plot cerita film ini membuat saya pusing. The Disappearance of Haruhi Suzumiya memang merupakan sekuel dari seriesnya. Yang membuat saya tertarik ketika melihat poster filmnya dan memutuskan ingin menontonnya adalah karena artworknya yang keren (saya sangat menyukai tipe artwork seperti ini) dan karakter Haruhi Suzumiya yang saya kenal awal mulanya dari cosplay. Dan tanpa mencari info apapun, saya pun mulai menonton film ini.

 
 

Akhirnya, jelas saya kebingungan baik dalam karakter masing-masing tokohnya juga tentu saja jalan ceritanya. Dan akhirnya saya memutuskan untuk menikmati saja jalan ceritanya tanpa berpikir berat, toh bagaimana pun susah mencari celah untuk menghubungkan jalan cerita dengan karakternya, karena itu tadi, saya tidak mengikuti seriesnya. Tapi kemudian saya bisa juga mengaitkan tiap karakter yang ada sedikit demi sedikit sembari berimajinasi liar.

 
 

Konsep fiksi ilmiah yang diusung tentu membuat anime ini terasa berat untuk ditonton. Lagi-lagi membutuhkan daya khayal tingkat tinggi. Tak hanya itu, penonton pun disuruh berpikir keras tentang apa yang sebenarnya terjadi, terutama di dunia Kyon yang sekarang berbeda dengan dunia yang sebelumnya dia kenal.

 
 

Terlepas dari kebingungan cerita dalam anime ini, saya sangat menyukai artworknya, begitu keren di mata saya yang hanya seorang penikmat anime. Karakter-karakter yang unik menjadi daya pikat lainnya. Tak ketinggalan seiyū yang tepat untuk mengisi suara pada karakternya. Dan setelah menonton film ini, saya (mau tidak mau) harus menonton seriesnya agar tidak penasaran dengan hal-hal yang membingungkan dalam filmnya ini.

 
 

Intinya, anda hanya perlu daya imajinasi tingkat dewa ketika menonton anime ini. Satu lagi, anda juga harus mampu bertahan menonton dalam durasi panjang dan lama karena saya sendiri sempat tertidur di seperempat bagian film diputar.

 
 
 











Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png