December 09, 2015

The Taste of Tea | Cha no aji (2004)


The Taste of Tea (2004)






Keluarga Haruno tinggal di pedesaan daerah perfektur Tochigi, bagian Utara Tokyo. Nobuo (Tomokazu Miura) sebagai kepala rumah tangga, adalah seorang hipnoterapis. Sang istri, Yoshiko (Satomi Tezuka) tidak mau menjadi ibu rumah tangga seperti wanita kebanyakan. Dia memilih mengerjakan proyek animasi film di rumah. Yoshiko bahkan meminta bantuan mertuanya, kakek Akira (Tatsuya Gashuin) seorang lelaki tua yang eksentrik dan mantan animator sebagai asistennya. Hajime (Takahiro Sato), sebagai anak sulung yang mahir bermain Go sedang mengalami masa-masa sulit menghadapi masa puber dan hubungan dengan lawan jenis. Sedangkan Sachiko (Maya Banno) yang berusia 8 tahun selalu melihat versi raksasa dari dirinya sendiri. Tak ketinggalan, Ayano (Tadanobu Asano), paman Sachiko dan Hajime yang bekerja sebagai sound engineer dan produser rekaman, baru saja tiba dari Tokyo. Dia menceritakan pengalaman masa kecilnya yang akhirnya mempengaruhi Sachiko untuk melenyapkan alter egonya yang selalu menghantuinya. 
 
Absurd, weird, aneh, fun, lucu dan menyenangkan. Itulah kesan yang saya dapat ketika selesai menonton film The Taste of Tea ini. Keabsurdan film ini sudah terlihat dari adegan pembukanya yang menampilkan adegan kereta api yang tiba-tiba keluar dari dahi Hajime. Lalu adegan sosok raksasa dari Sachiko yang kerap hadir bersamanya di saat-saat tertentu dan adegan-adegan lainnya sepanjang film ini berlangsung. Imajinasi kita diajak menjadi 'liar' seketika. Dan untungnya, film ini disajikan dengan gaya cerita yang asik dan menyenangkan sehingga keliaran imajinasi kita semakin terasah. Jika dibuat dengan cerita yang serius, mungkin saja malah sukar untuk berimajinasi. Perasaan pun menjadi campur aduk menonton film ini. Namun yang pasti perasaan puas menyelimuti saya. And I like this movie!. Adegan-adegannya yang absurd tak pelak sering membuat saya minimal tersenyum melihatnya, bahkan tertawa terbahak-bahak. Yang paling lucu tentu saja adegan ketika rekaman lagu di studio. That scene is so funny, seriously! Walaupun yang ada di benak saya ketika adegan absurd tersebut adalah: what the hell is it?. Tak kalah absurd, lucu dan sedikit mengenaskan adalah adegan “Convenience Store Incident” di tempat makan. "Percakapan macam apa itu?" Ya, percakapan yang sukses membuat saya melongo dan kemudian seketika tertawa. Namun, cerita aneh masa kecil dari Ayano-lah yang pertama kali membuat saya seketika langsung suka dengan film ini; cerita aneh yang membuat saya melongo dan kemudian tertawa terpingkal-pingkal. 

The Taste of Tea adalah film ketiga garapan sutradara Katsuhito Ishii. Saya tidak bisa membandingkan film ini dengan kedua filmnya terdahulu karena saya belum menontonnya. Tapi yang pasti saya mulai jatuh cinta dengan karya Ishii karena film The Taste of Tea ini dan ingin menonton film-filmnya yang lain. Seperti sajian teh yang hangat, film ini menunjukkan kehangatan keluarga Haruno yang unik. Cerita tentang heartwarming family selalu mendapat tempat di hati saya. Begitu pun dengan keluarga Haruno yang secara tidak langsung mengajak kita untuk bergabung dengan mereka, menjadi bagian dari keluarga unik bin aneh tersebut. Bersetting di sebuah pedesaan yang jauh dari kota (dan saya sangat suka dengan setting seperti itu), kita akan menyaksikan bagaimana keluarga Haruno menjalani kehidupan mereka sehari-hari, lengkap dengan permasalahan yang mereka hadapi. And I like seeing them fight with their own problem and solved it by their own way. Hal-hal seperti itu memang sering ditemui dalam film berbasis slice of life seperti ini tapi justru itulah yang menarik dari film dengan tema seperti itu. Seperti ada spirit baru yang hadir selepas menonton film ini. Setidaknya itu yang saya alami. Durasi yang panjang, sama sekali tidak membuat saya bosan - padahal saya termasuk yang susah menonton film dengan durasi panjang. Alurnya terasa asik untuk diikuti. The Taste of Tea memang memberikan sentuhan yang berbeda; sangat menghibur dan menyenangkan untuk ditonton. Film yang berjudul asli Cha no Aji ini mengingatkan saya pada salah satu film favorit saya, Amélie.

Di dukung jajaran pemain yang sudah punya pengalaman akting yang mumpuni seperti Tadanobu Asano, Tomokazu Miura, Tatsuya Gashuin, Satomi Tezuka, Susumu Terajima, tentu saja menambah poin plus untuk film ini. Bahkan pemain baru seperti Takahiro Sato, Maya Banno, Anna Tsuchiya juga berakting dengan baik. Dan lihatlah jajaran additional cast-nya. Mereka adalah para aktor yang saat bermain di film ini belumlah menjadi seorang bintang besar seperti sekarang, yang bahkan kemunculannya pun di film ini mungkin akan terlewatkan begitu saja. Kenichi Matsuyama, Saki Aibu, Machiko Ono, Kase Ryo, Rinko Kikuchi. Saya bahkan harus memutar ulang film ini hanya untuk melihat di adegan mana mereka muncul.

Menyentuh, lucu, unik, aneh, imajinatif, absurd dan hangat seperti secangkir teh, The Taste of Tea adalah film yang wajib anda tonton. Film tanpa batas imajinasi yang akan membawa anda sesaat ke 'dunia lain'.








Title: The Taste of Tea / Cha no Aji | Genre: Comedy, Drama | Director: Katsuhito Ishii | Music: Little Tempo | Release dates: July 17, 2004 | Running time: 143 minutes | Country: Japan | Language: Japanese | Cast: Tadanobu Asano, Takahiro Sato, Maya Banno, Satomi Tezuka, Tomokazu Miura, Tatsuya Gashuin, Anna Tsuchiya | IMDb | Rotten Tomatoes













December 03, 2015

The Gilded Cage | La Cage Dorée (2013)


 
The Gilded Cage (2013)







Selama tiga puluh tahun, pasangan Maria (Rita Blanco) dan José Ribeiro (Joaquim de Almeida) telah tinggal di lantai dasar bangunan Haussmannian di salah satu distrik paling eksklusif di Paris. Setiap orang menyukai pasangan imigran Portugis tersebut. Suatu hari, pasangan tersebut mengumumkan keinginan mereka untuk kembali ke Portugal. Hal tersebut ternyata membuat orang-orang yang mereka kenal menjadi sedih. Orang-orang di sekitar mereka pun lalu mensabotase rencana mereka dan membuat mereka merasa menjadi bagian seutuhnya dari masyarakat Perancis. Berhasilkah rencana tersebut membuat pasangan Maria dan José untuk membatalkan rencana mereka kembali ke kampung halaman mereka?

The Gilded Cage yang berjudul asli La Cage Dorée memang mempunyai plot yang tidak original dan pasti sering ditemui dalam film yang mengangkat tentang culture clash seperti ini, tetapi penyajiannya yang fresh dengan dialog yang berkualitas, dan para pemainnya yang bermain bagus, membuat film ini enak untuk dinikmati. Film ini juga cukup lucu dan menghibur. Tak perlu berpikir rumit untuk menontonnya. Setiap adegannya terasa menyenangkan untuk dinikmati. Apalagi durasinya pun tak terlalu lama, hanya 90 menit sehingga tidak akan merasakan kebosanan kala menontonnya.

The Gilded Cage yang menggambarkan potret diri dari komunitas masyarakat Portugis di Perancis ini memang merupakan penggambaran sempurna dari generasi emigran Portugis dimana mereka adalah tipe pekerja keras, rendah hati, mencintai negara di mana mereka tinggal, namun tidak melupakan hal-hal sederhana yang mereka cintai dari negara asalnya Portugal seperti makanan-makanan yang enak atau sepakbola. Film ini pun tak luput menggambarkan hubungan antara imigran Portugal dan penduduk asli, orang tua dan anak, karyawan dan atasan, para tetangga, kekasih, dan juga sanak saudara dalam komunitas kecil yang berada di tengah kota Paris tersebut. Sedikit banyak kita sebagai penonton diajak mengenal lebih jauh tentang kehidupan para imigran Portugal tersebut di negara lain; Prancis khususnya. Dengan sentuhan komedi yang pas, semakin membuat kita enjoy untuk menikmati film ini. Adegan ketika undangan makan malam benar-benar lucu dan menghibur. Namun selain ceritanya yang penuh komedi, disisipi juga beberapa adegan yang sedih tetapi tidak serta merta merusak genre filmnya yang memang komedi. Pengambilan shot yang indah dan bagus di beberapa tempat, menambah daya tarik film ini. Sayangnya, settingnya hampir 99% persen berpusat di Paris saja. Padahal jika setting dilakukan juga di negara lain (selain Perancis dan Portugal), akan sangat sesuai dengan tema filmnya sendiri tentang imigran yang mendambakan untuk kembali ke kampung halaman mereka. Film ini terasa lebih hidup karena sang sutradara, Ruben Alves ternyata merupakan anak dari pasangan orang tua Portugis yang beremigrasi ke Perancis. Sepertinya film ini menjadi kado manis untuk kedua orang tuanya. Selain itu, Rita Blanco dan  Joaquim de Almeida merupakan aktor Portugal. Penampilan kedua pemain tersebut memang berhasil menghidupkan karakter Maria dan José dengan sangat baik, terutama Rita Blanco dengan performance-nya yang sangat bagus di film ini.

Jika anda sedang ingin menonton film dengan cerita yang simpel, fun, lucu, menghibur, menyenangkan namun juga realistik, The Gilded Cage bisa menjadi salah satu alternatif tontonan. Film yang sangat pas dinikmati di kala senggang atau ketika sedang makan.









Title: The Gilded Cage / La Cage Dorée | Genre: Comedy | Director: Ruben Alves | Release date: 24 April 2013 | Running time: 90 minutes | Country: France, Portugal | Language: French, Portuguese, English | Cast: Rita Blanco, Joaquim de Almeida, Roland Giraud, Chantal Lauby, Barbara Cabrita, Lannick Gautry | IMDb | Rotten Tomatoes














Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png