April 14, 2012

Bluestockings (2005)

Bluestockings (2005)
[Jiyû Ren'ai] 







Movie: Bluestockings
Original Title: Jiyu ren'ai
Director: Masato Harada
Writer: Masato Harada, Shimako Iwai (novel)
Release Date: January 23, 2005
Runtime: 117 min.



Adegan di film ini dibuka dengan penampilan para gadis di sekolah khusus wanita pada Era Taisho (1912-1926) di Jepang yang sedang terlihat sibuk berfoto bersama untuk kenangan terakhir mereka di sekolah tersebut. Setelah mereka lulus, mereka akan menjadi "new woman", dimana mereka akan menjadi wanita yang mensupport diri mereka sendiri, dan jika mereka menikah, mereka menikah karena cinta dan bukan karena paksaan. Intinya, "new woman" adalah wanita yang harus merubah pandangan sosial yang salah tentang seorang wanita. 






Cerita berlanjut dengan Akiko (Kyoko Hasegawa) yang menikah dengan pria kaya bernama Yuichiro (Etsushi Toyokawa). Kehidupan Akiko terlihat sempurna walau belum dikarunia anak. Suatu hari Akiko mendapat kabar bahwa salah satu teman sekolahnya di sekolah khusus wanita, Kiyoko (Yoshino Kimura) bercerai dan kesulitan ekonomi, dia berinisiatif membantu. Akiko menawarkan pekerjaan pada Kiyoko di tempat suaminya. Akiko bahkan meminjamkan kimononya untuk dipakai Kiyoko interview. Kiyoko dengan senang hati menerimanya. Tapi ternyata Yuichiro menaruh hati pada Kiyoko.


Berdasarkan novel karangan Shimako Iwai, Masato Harada menyutradarai film dengan durasi 117 menit ini. Bluestockings adalah pergerakan wanita di barat yang mencerminkan wanita yang berpendidikan dan berintelektual serta mandiri. Dengan setting di tahun 1912-1926, baik dalam penampilan, lokasi, dan cara hidup benar-benar ditampilkan dengan seperti tahun tersebut. Perubahan pada cara berpakaian para wanita di jaman tersebut juga ditampilkan dengan sangat baik, dimana mereka menjadi canggung untuk berpakaian ala barat atau kesusahan memakai sepatu bertumit. Ada scene dimana Akiko terlihat kesulitan berjalan dengan sepatu bertumit untuk pertama kalinya. Namun, seiring berjalannya waktu, dia terlihat begitu anggun dan mempesona berjalan dengan sepatu bertumit tersebut hingga ditawari main film.  



Pada masa itu, kedudukan wanita masih sulit, terutama jika wanita harus menyeimbangkan antara karir dan keluarga. Pengaruh barat terasa mendominasi kaum muda seperti pada cara berpakaian atau makanan, sedangkan kaum tua masih berpikiran kolot. Wanita yang idealis atau independen dianggap wanita yang tidak baik. Seperti pandangan orang-orang terhadap Kiyoko yang bercerai dan mamanya yang bunuh diri karena mencintai pria yang usianya lebih muda. Wanita seperti itu terkucilkan dari masyarakat. Namun, dengan pemikiran modern, Kiyoko berusaha menghilangkan pandangan sosial yang salah itu. Dia berubah menjadi wanita yang independen. Bahkan awalnya, Akiko menjadi iri sekaligus kagum padanya.




Untuk urusan akting, Etsushi Toyokawa sukses menjadi sosok Yuichiro yang seorang pria baik-baik, terlihat sangat kuat diluar namun sebenarnya cukup rapuh. Dia bimbang antara memilih Akiko atau Kiyoko yang sama-sama dicintainya. Pilihan menjadi semakin sulit ketika Kiyoko akhirnya hamil. Tanggung jawab yang diembannya cukup besar dan membuatnya menjadi frustrasi. Sedangkan Yoshino Kimura tak kalah bagus berakting sebagai Kiyoko yang awalnya membuat kita bersimpati padanya, namun belakangan malah menjadi kebalikannya. Walau sebenarnya dia tidak bisa disalahkan atas apa yang terjadi. Keadaanlah yang membuatnya menjadi demikian. Kyoko Hasegawa juga tak mau kalah berakting dengan baik dari seorang wanita yang selalu bergantung pada orang lain menjadi wanita yang mandiri. 



Teknik pengambilan gambar di film ini cukup bagus dengan mengambil angle-angle yang unik dan indah. kekurangannya hanya pada ending yang terlihat terburu-buru begitu saja diselesaikan tanpa memberikan klimaks yang lebih. Hasil yang sudah disuguhkan dengan bagus di awal, jadi terlihat sia-sia tanpa bekas. Jika saja konflik yang ada diselesaikan dengan sedikit penjabaran yang lebih, pastilah hasilnya jauh lebih bagus lagi.







April 10, 2012

Children of Heaven (1997)


Children of Heaven (1997)
[Bacheha-Ye aseman]


 


 

Director: Majid Majidi
Release date : January 22, 1999 (US)
Running time : 89 minutes

Main Casts :
 Amir Farrokh Hashemian
Bahare Seddiqi


Ali (Amir Farrokh Hashemian), seorang bocah lelaki berusia 9 tahun membawa sepatu adiknya Zahra (Bahare Seddiqi) ke tukang sepatu untuk diperbaiki. Sayangnya, tanpa sengaja Ali menghilangkan sepatu itu. Ali tidak berani mengatakannya pada orang tuanya karena keluarganya sedang kesulitan ekonomi. Terpaksalah Zahra harus memakai sepatu Ali ketika akan pergi ke sekolah pagi hari dan harus bergantian dengan Ali di siang hari. Supaya tidak terlambat, Zahra harus cepat pulang dan berlari. Tetapi karena lari Zahra tidak begitu kencang, dia sering telat pulang dan membuat Ali jadi telat juga masuk sekolah. Hal tersebut tentu sangat menyulitkan posisi Ali yang terkenal cukup pintar di kelasnya. Bahkan, ada saja hal-hal yang terjadi di luar perkiraan. Salah satunya ketika tanpa sengaja salah satu sepatu terlepas dan masuk ke got sehingga Zahra harus mencarinya. Ketika dapat, sepatu tersebut kotor dan basah. Dengan kondisi seperti itu, Ali mau tak mau harus memakainya juga. Hingga suatu hari, ada perlombaan lari dimana hadiah untuk pemenang ketiga adalah sepasang sepatu. Ali berniat untuk mengikuti lomba tersebut. Jika dia menang, dia akan memberikan sepatu itu untuk Zahra.




Cerita yang sangat simpel tanpa action atau efek apapun, mampu dihadirkan oleh sang sutradara Majid Majidi dengan sangat luar biasa bagusnya. Durasi 89 menit terasa begitu cepatnya karena alur cerita yang cepat tanpa bertele-tele. Walau menceritakan tentang masyarakat ekonomi ke bawah dan menengah di Iran, namun sama sekali tak ada gambaran berlebihan tentang kemiskinan atau kesedihan. Semua terlihat alami seperti apa adanya. Akting para pemainnya benar-benar natural. Dua jempol diberikan untuk Amir Farrokh Hashemian dan Bahare Seddiqi. Chemistry sebagai kakak beradik melekat kuat. Mereka sama sekali terlihat seperti tidak sedang berakting. Gaya dan tingkah khas anak-anak seusia mereka membuat kita semakin berdecak kagum dan mungkin akan membuat kita merindukan masa kanak-kanak kita. Rasa prihatin akan timbul seketika menyaksikan kehidupan Ali dan Zahra, dimana di masa kanak-kanak, mereka sudah harus mengorbankan sedikit masa indah kanak-kanak mereka. Kita yang punya kehidupan yang lebih baik dari mereka, tentu haruslah bersyukur. 






Untuk beberapa bagian, adegan yang menyentuh sukses membuat mata berkaca-kaca. Hal tersebut tak lepas dari akting para pemainnya yang sangat menyakinkan. Sebagai contoh ketika Ali yang pulang dengan kekecewaan karena tidak berhasil merebut posisi ketiga di pertandingan lari, dengan melihat raut wajah Ali dan Zahra saja sudah mampu membuat sedih tanpa harus ada dialog apapun.








Banyak momen-momen yang biasa saja sebenarnya, namun tercipta menjadi luar biasa di tangan sang sutradara. Semua adegan menjadi terkesan dan menimbulkan kenangan. Adegan ketika pertandingan lari ditampilkan begitu natural dengan jumlah pemain anak-anak yang cukup banyak. Jelas, hal tersebut bukan hal yang mudah untuk mengarahkan anak-anak berakting. Dua jempol juga buat sang sutradara. Akhirnya, film ini memang recommended untuk ditonton buat semua kalangan. Dan sepertinya akan menjadi salah satu film favoritku.


















Schindler's List (1993)


Schindler's List (1993)



 




Based on Schindler's Ark by Thomas Keneally

Director : Steven Spielberg
Release date : 30 November 1993
                      15 December 1993
Running time : 195 minutes

Main Casts :

Watched : 6 March 2012



Berdasarkan kisah nyata seorang Oskar Schindler, Steven Spielberg menyutradarai film dengan warna hitam putih ini. Selama perang dunia kedua, di Polandia, Oskar Schindler (Liam Neeson) yang seorang Nazi mendirikan pabrik yang bernama Deutsche Emailwaren Fabrik (D.E.F.) dimana pekerjanya adalah yahudi. Pada masa itu, yahudi banyak yang dibantai (Holocaust). Schindler mempunyai seorang akuntan kepercayaannya yang bernama Itzhak Stern (Ben Kingsley). Stern merekomendasikan para yahudi yang terampil dan bisa bekerja di D.E.F. Para yahudi percaya bahwa pabrik Schindler adalah tempat perlindungan yang aman bagi mereka. Schindler berteman dengan Amon Göth (Ralph Fiennes) seorang Letnan SS yang terkenal kejam.




Dengan durasi 195 menit, kita akan banyak disuguhkan dengan kejadian Holocaust. Pembantaiannya terlihat nyata dengan jumlah pemain figuran yang banyak pula. Bahkan ketika adegan naked pun, para pemainnya yang banyak itu benar-benar melakukannya seperti asli. Wow! Luar biasa sang sutradara mengarahkan para pemainnya.  




Bukti kekejaman Nazi pun digambarkan secara blak-blakan di film ini, lengkap dengan adegan pembantaiannya. Dialog-dialog dalam film ini terdengar cerdas. Sinematografi yang indah dipadu dengan scoring musik yang bagus menambah daya tarik film ini. Tak lupa tentu saja akting para pemainnya, baik pemeran utama atau pun figuran yang jumlahnya ratusan itu. Kerja keras sang sutradara patut diacungkan jempol untuk mengarahkan para pemain yang berjumlah banyak itu. 




Liam Neeson membuktikan kemampuan aktingnya dengan memerankan sosok Schindler yang penyuka wanita, suka pesta, pemabuk dan tukang foya-foya tetapi jadi tersentuh hatinya ketika menyaksikan holocaust terjadi, dengan sangat baik. Ben Kingsley yang berperan sebagai Itzhak Stern juga tak kalah bagusnya berakting sebagai A Jewish Accountant dan juga sahabat Schindler. Satu lagi akting menawan ditampilkan oleh sang sosok antagonis, Ralph Fiennes yang memerankan Amon Göth. Dari tatapan matanya saja sudah bisa dilihat kekejaman yang ada pada dirinya. Tak salah jika dia dinominasikan sebagai Aktor Pendukung Terbaik untuk Oscar. Sayangnya dia kalah. Tapi kemudian dia memenangkan Aktor Pendukung Terbaik untuk BAFTA Award. Jelas, ini bukan film yang ringan atau sekedar hanya untuk menghibur semata, namun setidaknya akan menyentuh hati dan rasa kemanusiaan kita.






Oskar Schindler in 1950s





April 08, 2012

The Dark Knight (2008)

The Dark Knight (2008) 










Director : Christopher Nolan
Story : Christopher Nolan, David S. Goyer
Release date :  July 14, 2008 (New York City),
                July 18, 2008 (United States)
Running time : 152 minutes


Main Casts :




"Why so serious?"

Adegan awal film ini dibuka dengan perampokan di bank oleh Joker dan komplotannya. Letnan Jim Gordon dan Batman serta seorang Jaksa baru bernama Harvey Dunt bekerjasama untuk membasmi para penjahat di Gotham City. Kerja sama tersebut terbukti efektif awalnya, namun kemudian kriminalitas malah semakin merajalela. Tak lain semua teror dan ketakutan yang terjadi di Gotham City digawangi oleh Joker. Joker bahkan secara terang-terangan mengajak perang pada Batman.




Tak dapat disangkal, meski Batman adalah sang jagoan, tapi film ini adalah film milik sang penjahat, Joker. Penampilan akting Heath Ledger sungguh sangat mempesona memerankan sosok Joker yang seorang psikopat, pembunuh, pengidap schizophrenia, tanpa empati dan selalu berdandan ala badut. Akting  Christian Bale sebagai Batman seolah tenggelam dengan akting Heath Ledger sang Joker. Walaupun begitu, Bale tak kalah mempesonanya dan telah melekat menjadi ikon Batman itu sendiri.




Untuk urusan efek pun tidak usah dikomentarin lagi. Full efek yang fantastis. Dua jempol untuk urusan make-up  - terutama make up Joker yang membuat Heath Ledger nyaris tidak dikenali - dan kostum. Selain make-up untuk Joker, efek make-up untuk Dunt (setelah kebakaran) juga terlihat perfect.



Untuk sedikit menyegarkan mata (terutama untuk kaum adam), dihadirkan Rachel yang diperankan oleh Maggie Gyllenhaal. Rachel terlibat cinta segitiga antara Wayne dan Dunt. Rachel ingin bersama dengan Wayne jika dia mau hidup normal seperti orang kebanyakan dan tidak menjadi Batman lagi. Sebuah dilema buat Batman sendiri. Di sini kita akan diajak untuk merasakan apa yang dirasakan oleh Batman. Batman bimbang antara ingin membasmi kejahatan dengan sosok bertopeng yang harus menyembunyikan identitas aslinya atau harus menjadi orang 'biasa' kembali dan menutup mata dengan semua yang terjadi di kotanya. Belum lagi Joker semakin merajalela dengan membunuh orang-orang hanya agar Batman menunjukkan identitas aslinya. 




Tentu saja, The Dark Knight pantas menjadi salah satu film Batman yang bagus dan sukses. Segala hal terangkum dengan porsi yang pas di film ini.








IMDb







Liar Game: The Final Stage (2010)

Liar Game: The Final Stage (2010)
[Raiâ gêmu: Za fainaru sutêji] 
 






Liar Game: The Final Stage
Original Title : Raiâ gêmu: Za fainaru sutêji
Director: Hiroaki Matsuyama
Writer: Kaitani Shinobu (manga), Tsutomu Kuroiwa
Release Date: March 6, 2010
Runtime: 133 min 

Main Cast:
Toda Erika as Kanzaki Nao
Shota Matsuda as Akiyama Shinichi
Tanabe Seiichi as Sendou Arata
Suzuki Koysuke as Fukunaga Yuuji
Megumi Seki as Takeda Yukina
Kichise Michiko as Eri
Watanabe Ikkei as Tanimura Mitsuo


Watched : 3 April 2012



Setelah sukses dengan dua season TV seriesnya, Liar Game kali ini ditutup dengan final stage versi movie dengan durasi 133 menit. Liar Game: The Final Stage juga masih menampilkan beberapa pemain dari dua season sebelumnya. Penampilan Matsuda Shota sebagai Akiyama Shinichi masih tetap mempesona sebagai sosok yang cool dengan kejeniusannya. Begitu juga dengan Kanzaki Nao yang diperankan oleh Erika Toda masih tetap lugu nan polos, sehingga membuat siapapun yang menontonnya jadi gemas sendiri melihatnya - disamping terkadang jadi kasian atau bahkan pengen menjitak kepalanya saking naif atau entah saking begonya.




Fukunaga pun masih tetap eksis juga. Dan setelah dua season melihatnya, kali ini pun sifatnya tak jauh berubah, tetap licik dengan innocent facenya dan dandanannya yang super norak. Eto, yang kalah di round 2 season 1 juga kembali dihadirkan. Ditambah dengan beberapa pemain di season 2. Eri dan Tanimura pun masih tetap setia mengawasi jalannya permainan.



Kali ini para peserta yang terdiri dari 11 pemain berada di Taman Eden (The Garden of Eden Game) yang menawarkan hadiah 5 milyar Yen. Pemain dibagi dalam dua tim dan mereka harus bekerja sama agar dapat memenangkan pertandingan. Sayangnya, kerja sama itu tidak mudah karena tetap saja ada yang ingin menang sendiri dan menjadi pemain misterius bergelar "X". Di final ini juga akhirnya terbongkar siapa dibalik LGT (Liar Game Tournament) dan apa motif membuat LGT ini. Segala teka-teki yang ada di dua season terdahulu, akan terpecahkan disini.

 


Sayangnya, walau materi yang disajikan bagus, tetapi pengeksekusiannya tidak sama sekali. Beberapa twist yang coba dihadirkan pun dapat dengan mudah ditebak. Untuk urusan akting juga terlihat tidak ada peningkatan sama sekali, masih seperti versi serialnya. Untuk urusan adaptasi ke dalam bentuk film, Liar Game dapat dikatakan gagal dan belum sebagus serialnya. Padahal ini adalah finalnya yang ditunggu-tunggu setelah serialnya sebanyak dua season sukses berat. Sayang sekali! Harusnya pertandingan untuk final dibuat lebih menantang lagi dengan memasukkan twist-twist yang susah ditebak.





 

Untunglah hal yang tak mengenakkan itu bisa sedikit tertutupi dengan sedikit scene romantis Nao-Akiyama yang indah walau tanpa kata-kata rayuan gombal. Dan pastinya musik yang mengiringi sejak di serial hingga layar lebarnya ini mampu menutupi lagi kelemahan yang ada di film ini. 










Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png