
Wristcutters: A Love Story adalah
black comedy yang lumayan membuat cengar-cengir. Padahal tadinya saya berharap bisa meneteskan air mata menonton film ini karena openingnya yang memang sesuai dengan yang saya harapkan ceritanya; cerita tentang seseorang yang baru saja putus cinta dan
hopeless dengan kisah cintanya. Namun yang kemudian terjadi malah cerita road trip movie di dunia fana. Saya bahkan cukup lama baru menyadari bahwa film ini bersetting di akhirat (afterlife). Bukan, ini sebenarnya bukan akhirat. Dunia baru yang ditempati Zia adalah sebuah tempat yang khusus dihuni oleh orang-orang yang bunuh diri; sebuah tempat yang tandus yang dipenuhi oleh rongsokan ban bekas, mobil yang terbakar, sofa yang dibuang begitu saja, dimana orang-orangnya tak pernah tersenyum, dan tak ada bintang bersinar di malam hari. Tak seorang pun di 'dunia ini' mempunyai ambisi atau misi. Bahkan setiap orang masih memiliki bekas luka yang mereka dapat ketika bunuh diri.
It's like a place for people who can not go to heaven or hell.

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya bahwa film ini juga merupakan
road trip movie, maka kita akan menyaksikan perjalanan Zia, Eugene dan Mikal yang dipenuhi dengan berbagai macam hal menyenangkan, menyedihkan, menarik, unik dan
absurd. Ketiganya bagaikan jiwa-jiwa yang hilang yang bersama-sama mencari jawaban hidup walaupun tidak tahu siapa yang akan mereka temui. Bahkan mereka juga tidak tahu apakah keberadaan orang yang ingin ditemui tersebut ada atau tidak. Ya, ini bagaikan sebuah pencarian dalam hidup oleh orang-orang yang hidupnya telah berakhir dan sesudahnya perjalanan baru pun dimulai. Karena sesungguhnya bunuh diri bukanlah akhir dari segalanya, melainkan menjadi permulaan sebuah perjalanan panjang di dunia fana untuk mencari apa yang tidak ditemukan di kehidupan sebelumnya. Tak jarang beberapa bagian begitu menyentuh, namun di sisi lain juga di sisipi komedi yang minimal mampu membuat kita nyengir atau tersenyum. Beberapa adegan yang sukses membuat saya tertawa adalah ketika Eugene menampar keponakannya yang ingin bunuh diri. Atau tentang segitiga bermuda di bawah tempat duduk di mobil Eugene.
Those are absolutely absurd funny scenes. Memang, banyak adegan-adegan absurd yang terkadang membuat saya menyerngitkan dahi sembari berucap 'what the..?', namun anehnya alurnya begitu asik untuk diikuti. Saya sampai menantikan hal absurd bin lucu apa lagi yang akan ditampilkan dalam film ini. Pun begitu, lelucon-lelucon yang disajikan merupakan sebuah satir penuh makna.

Kecuali
Leslie Bibb (yang saya kenal lewat serial
Popular), saya tidak mengenal para pemain lainnya di film ini, namun mereka semua bermain cukup bagus.
Patrick Fugit memerankan karakter Zia yang hopeless dan tak bergairah menjalani hidup dengan sukses.
Shea Whigham salah satu yang mencuri perhatian di sini dengan perannya sebagai Eugene. Ada juga
Shannyn Sossamon (yang awalnya saya kira Leslie Bibb dengan warna dan model rambut yang berbeda.
Seriously, mereka mirip banget disini!) yang berperan sebagai Mikal dan
Tom Waits.
Well, walaupun film ini tidak sesuai dengan ekspektasi awal saya yang ingin menonton film bertema romantic comedy yang sedih, tapi saya cukup menikmati film ini. Hanya saja saya tidak suka dengan endingnya.
Yeah, sejujurnya saya berharap ending yang bisa membuat saya menitikkan air mata,
hahaha.
Wristcutters: A Love Story is a bittersweet touching romantic dark comedy that you have to try watching it. Sebuah film tentang pencarian makna kehidupan dan memberitahu kita bahwa hidup itu singkat, maka hiduplah dengan baik dan benar. Bunuh diri bukanlah jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan. Dan percayalah bahwa akan selalu ada harapan dan keajaiban walau sesulit apapun.