Showing posts with label 2011. Show all posts
Showing posts with label 2011. Show all posts

May 21, 2015

A Cube of Sugar | Ye Habe Ghand (2011)


A Cube of Sugar (2011)







Sebagai anak bungsu dalam keluarga besarnya, Pasandideh (Negar Javaherian) terkenal sebagai gadis baik, penurut dan penyayang keluarganya. Dia selalu bisa diandalkan untuk mengurus ibu, paman dan bibinya. Beberapa hari lagi dia akan menikah dengan seorang pria yang tinggal di luar negeri. Kakak-kakaknya beserta para suami dan anak-anak mereka masing-masing datang untuk membantu menyiapkan acara pernikahan adik bungsunya tersebut.

Satu kata setelah selesai menonton film ini: menyesal! Ya, saya menyesal! Menyesal kenapa baru sekarang menontonnya! Film ini begitu memikat hati saya. Saya benar-benar jatuh cinta dengan film ini. Setiap adegan di dalam film ini begitu berkesan dan membuat saya sangat menikmatinya sekali. Seyyed Reza Mir-Karimi sebagai sang sutradara begitu pintar meramu film ini sedemikian rupa. Bersetting di sebuah rumah tua yang besar di pedesaan lengkap dengan kolam dan kebun buah-buahan di sebuah kota tua di Iran, suasana harmonis keluarga besar Pasandideh seolah membuat kita ingin bergabung dengan mereka di rumah tersebut. Rumah tersebut merupakan milik paman Ezzatolah (Saeed Poursamimi), kepala keluarga dan yang dituakan di keluarga tersebut. Untuk setting rumahnya sendiri ternyata sengaja dibuat sedemikan rupa oleh para kru film karena tidak ditemukan desain rumah yang sesuai dengan keinginan sang sutradara. 

Suasana keakraban keluarga besar yang tengah berkumpul karena akan adanya hajatan besar menjadi pemandangan yang pasti tidak asing kita temui juga di tengah-tengah masyarakat kita, terutama di daerah pedesaan. Terlihat para wanita sibuk memasak, menjahit bahkan menggosip. Sedangkan para pria saling mengobrol tentang kehidupan mereka masing-masing terutama tentang istri mereka. Lalu yang remaja akan sibuk dengan gadget mereka dan terlihat sibuk dengan diri mereka masing-masing dan tidak peduli dengan sekeliling. Anak-anak tentu saja asik bermain, berlarian ke sana kemari. Suasana seperti itu diperlihatkan Reza Mir-Karimi dengan sangat baik. Itulah mengapa saya katakan bahwa kita sebagai penonton seakan ingin membaur bersama dengan keluarga Pasandideh tersebut dan menjadi salah satu bagian dari mereka. Semua terlihat bahagia dan kita pun seakan larut dalam kebahagiaan yang mereka rasakan - walaupun sebenarnya ada juga sedikit hal-hal yang kurang membahagiakan namun tetap tidak merusak mood kebahagiaan tersebut. Saya jadi merasa seperti sedang menonton dokumenter keluarga yang akan mengadakan acara pernikahan ketimbang menonton film yang penuh dengan script dan akting. Ya, itulah hebatnya Reza Mir-Karimi mengarahkan tiap pemain di film ini untuk berakting sebaik mungkin, mulai dari pemain yang sudah punya nama besar hingga pemain anak-anak yang amatiran; semuanya bermain dengan sangat bagus. Menariknya, tak ada karakter yang paling menonjol disini, semua mendapat jatahnya masing-masing dengan porsi yang pas. 


Namun, anda jangan membayangkan kebahagiaan berlangsung sepanjang film ini. Tidak! Seperti halnya kehidupan, ada kebahagiaan tentu juga akan ada kesedihan. Seperti judulnya sendiri 'A Cube of Sugar', kehidupan itu tidaklah terus-terusan 'semanis gula', namun justru itulah warna-warni kehidupan. Paruh kedua film ini berlangsung, memang atmosfir yang tadinya ceria berubah seketika. Dan lagi-lagi kita sebagai penonton dipaksa untuk ikut andil merasakan apa yang terjadi pada keluarga besar tersebut. Cepat, nyaris tanpa diberi jeda waktu sedikit pun untuk menghela nafas memahami keadaan yang tiba-tiba berubah 360 derajat tersebut. Ah, sudahlah saya tidak mau membeberkan lebih detail lagi, takut spoiler. Lebih baik anda menonton saja sendiri. Akhirnya saya hanya ingin mengatakan bahwa saya jatuh cinta dengan film A Cube of Sugar ini. Jatuh cinta dengan ceritanya, dengan para pemainnya, dengan sinematografinya, dengan musiknya, dengan kostumnya, ah pokoknya semua yang ada di film ini.  Dan  A Cube of Sugar telah menjadi salah satu film Iran favorit saya. Mungkin saya akan menonton film ini lagi nantinya untuk menikmati kembali suasana keakraban keluarga besar Pasandideh. Recommended!





Title: A Cube of Sugar / Ye Habe Ghand | Genre: Drama, Family | Director: Seyyed Reza Mir-Karimi | Cinematography:  Hamid Khozouie Abyaneh | Release dates: 8 October 2011 (BIFF) | Running time: 116 minutes | Country: Iran | Language: Persian | Cast: Negar Javaherian, Farhad Aslani, Saeed Poursamimi, Rima Raminfar, Puneh Abdolkarim-Zadeh, Amir Hossein Arman, Shamsi Fazlollahi | IMDb









March 10, 2015

Like Crazy (2011)


Like Crazy (2011)





Warning: Contain Spoiler!

Anna Gardner (Felicity Jones) dan Jacob Helm (Anton Yelchin) jatuh cinta ketika mereka kuliah di L.A. University. Namun, Anna yang berkebangsaan Inggris memutuskan tinggal dan melanggar visa pelajarnya dari pada kembali ke Inggris ketika lulus. Oleh karena itu dia tidak diperkenankan kembali ke Amerika. Disaat harus berurusan dengan pihak imigrasi, Anna dan Jacob juga harus memutuskan nasib hubungan mereka; apakah mereka mampu menjalani hubungan jarak jauh dengan segala konsekuensinya.

This movie.. hmm.. I ask some person about what movie should I have to watch when broke up and broken heart, then someone recommended it. Actually, I broke up a few weeks ago though we're back again. But it's just different now and complicated. Ah, sorry if I have to tell this stupid thing. In short, I just watch it now, in perfect timing. Honestly, I get the similar relationship like Jacob and Anna right now with my boyfriend. What Jacob and Anna feel, I really know how it feels. Saya merasa benar-benar berada di sisi kedua karakter utamanya. Merasakan apa yang merasa rasakan, menjalin hubungan jarak jauh bukanlah hal yang mudah dan tentu saja mempunyai banyak aral melintang dan pastinya sangat melelahkan. Ya, melelahkan! Baik secara fisik maupun mental.

Hal tersebutlah yang dikupas dalam film berdurasi 90 menit ini. Alur ceritanya sendiri sebenarnya memang sederhana, hanya tentang hubungan dua insan yang sedang dimabuk cinta namun terpaksa harus menjalin Long Distance Relationship (LDR). Namun, tak seperti kisah dalam film-film romantis mainstream ala Hollywood lainnya, Like Crazy disajikan berbeda; terlihat lebih real dan 'gila'. Cinta yang digambarkan dalam film ini memang 'gila' seperti judulnya, Like Crazy. Segila apa? Lihat saja proses pertemuan antara Anna dan Jacob yang mungkin terbilang unik, hal yang mungkin sedikit 'gila' yang dilakukan Anna untuk menarik perhatian Jacob hingga hubungan 'gila' keduanya yang terjalin. Hal 'gila' lainnya adalah bahwa Like Crazy sukses bermain dengan emosi penontonnya, mengaduk-aduknya, mencabik-cabiknya hingga nyaris tak berbekas dalam kemasan yang sepi dan hening.

Sepanjang film kita akan melihat bagaimana hubungan Anna dan Jacob yang naik turun karena jarak yang menjadi satu-satunya 'musuh' paling berat dalam hubungan mereka. Putus nyambung pun tak terelakkan lagi. Kita sebagai penonton mungkin merasa capek melihat hubungan mereka berdua. Namun disitulah kita sebagai penonton harus berupaya menempatkan diri kita sendiri di posisi mereka berdua agar merasakan betapa lelahnya menjalin suatu ikatan LDR. Kurangnya komunikasi karena kesibukan masing-masing, menjadi salah satu faktor yang memicu keduanya mencari 'pasangan' baru yang bisa mengisi kekosongan jiwa. Lalu, siapa yang harus disalahkan? Entahlah! Kesabaran dan cinta saja ternyata tidak cukup menjadi jaminan bahwa menjalin hubungan jarak jauh akan sukses. Kepercayaan. Itulah hal terpenting yang harus dimiliki oleh kedua pasangan yang terpisah ruang dan waktu. Namun entah kenapa baik Jacob maupun Anna seperti tak memiliki hal tersebut lagi setelah turun naik hubungan mereka; mungkin juga karena lelah dengan hubungan yang menguras mental dan fisik ini. Ya, saya paham sekali mengapa hal itu bisa terjadi, karena saat ini saya juga berada di posisi yang sama dengan mereka berdua. Terkadang memang sulit menjaga kepercayaan karena jarak yang terhalang. Perasaan cemas, was-was dan khawatir tentu saja ada. Sedang apa dia sekarang? Bersama siapa? Hal-hal semacam itu pasti akan selalu muncul dalam benak setiap pasangan yang menjalin LDR. Dan Like Crazy sukses membuat pasangan yang LDR akan semakin galau.

Di shot dengan indah dengan gaya pengambilan gambar yang dinamis dengan iringan backsound yang tak kalah indahnya, menjadi nilai tambah film indie garapan Drake Doremus ini. Akting ciamik dari Felicity Jones dan Anton Yelchin tentunya menjadi faktor utama kesuksesan film ini. Tak ketinggalan penampilan keren dari Alex Kingston dan  Oliver Muirhead sebagai orang tua Anna. Serta penampilan Jennifer Lawrence yang walau hanya sebentar, namun cukup sukses mencuri perhatian. Berbicara soal karakter Samantha yang diperankan Jennifer Lawrence, saya pribadi tidak bisa menyalahkannya. I just imagine if I have to be her, in her position. Dalam hal ini justru saya merasa Jacob-lah yang brengsek. Ketika dia butuh kasih sayang karena jauh dari Anna, dia mendapatkannya dari Sam. Namun ketika mendapatkannya kembali dari Anna, dia justru mencampakkan Sam. Dan itu berulang hingga dua kali. Oh poor Sam!. Karakter Jacob sendiri memang menjadi karakter yang bisa dibilang kurang saya sukai dalam film ini. Kenapa? Hal yang terlintas dalam benak saya adalah dia egois. Kenapa dia tidak mau berkorban demi Anna, orang yang disayanginya? I mean, jelas Anna tidak bisa ke Amerika karena masalah visanya, tapi kenapa Jacob tidak mau mengorbankan pekerjaan dan mencari pekerjaan di Inggris saja? Apa pekerjaannya itu nggak bisa berkembang kalau di Inggris? Apalagi jika dilihat, pekerjaan yang dilakukannya tidaklah begitu 'wah'. Jujur, saya jadi emosi sendiri melihatnya. Apalagi melihat fakta di lapangan bahwa dalam hubungan LDR, memang kebanyakan pihak wanita-lah yang mengalah.

Like Crazy tidak saja menunjukkan bagaimana sebuah pasangan harus menghadapi tantangan sebenarnya dalam menjalin sebuah hubungan baik ketika bersama atau pun ketika berpisah, namun juga menunjukkan bahwa kisah cinta tak selalu penuh keindahan, melainkan juga penuh rasa frustasi, kesedihan, dan ketidakbahagiaan. Namun bagaimana pun hidup terus berjalan, tak bisa diulang kembali apa yang telah terjadi. Dan endingnya.. ya.. mungkin memang seperti itulah yang terjadi. Sebuah ending yang sangat membekas. I like the ending so much though I honestly don't want the ending like that in my real life. Dan endingnya sukses membuat saya terpaku cukup lama, bahkan ketika film ini telah selesai. Ya, saya terdiam membisu dengan pikiran hampa karena efek ending film ini. Suddenly, I wanna call my honey there..

 








Title: Like Crazy | Genre: Drama, Romance | Director: Drake Doremus | Music: Dustin O'Halloran | Release dates: January 22, 2011 (Sundance), October 28, 2011 (USA) | Running time: 90 minutes | Country:  United States | Language: English | Cast: Anton Yelchin, Felicity Jones, Jennifer Lawrence, Alex Kingston, Oliver Muirhead | IMDb | Rotten Tomatoes  




 










August 04, 2014

You and Me | Kimi to Boku (2011)



Kimi to Boku (2011)






Seorang pemuda (Nakamura Aoi) yang bermimpi ingin menjadi mangaka (pembuat manga/komik) tanpa sengaja menemukan seekor anak kucing di bangku taman. Kucing tersebut kemudian dipeliharanya dan diberi nama Gin’ougo (seiyu-Maaya Sakamoto). Persahabatan mereka terjalin selama sepuluh tahun lima hari sampai akhirnya sesuatu memisahkan mereka berdua.

Kimi to Boku adalah animasi flash populer karangan Shigeto Yamagara yang diangkat menjadi live action. Film ini sendiri hanya berdurasi 45 menit dan ceritanya dibagi dalam tiga chapter. Sedangkan durasi animasinya sendiri hanya 10 menit. Film ini temanya juga nggak jauh beda dengan kebanyakan kisah antara manusia dengan hewan peliharaannya, dimana Kimi to Boku menyajikan kisah persahabatan yang manis dan menyentuh antara seekor kucing dengan pemuda yang mengasuhnya. Tapi jika anda berpikiran bahwa kisahnya seperti film-film Hollywood tentang persahabatan antara manusia dengan hewan seperti Air Bud atau Hachiko, anda salah besar! Film ini beda! Bedanya apa? Silahkan anda tonton sendiri!

Para cat lover pasti senang menonton film ini karena selama ini kebanyakan film tentang dog lover. Dan bagi saya sendiri yang cat lover (yang sayangnya, saya tidak bisa lagi memelihara kucing), cerita film ini benar-benar menyentuh dan membuka kembali memori indah saya bersama kucing saya yang telah mati. Walau pun hampir semua adegan dalam film ini hanya terfokus pada si pemuda dan kucingnya, dengan cerita yang nyaris tanpa sesuatu yang benar-benar spesial - bahkan konfliknya pun biasa banget - namun kisah kebersamaan mereka begitu bermakna. Ketika mereka berdua bermain bersama, saya jadi teringat kembali dengan fang, kucing saya yang telah tiada. Selain itu film ini juga
cukup menginspirasi, mengajarkan tentang keyakinan akan mimpi. Kita harus percaya bahwa kita tidak boleh menyerah dan harus terus berjuang keras; harus selalu yakin, tidak peduli apa pun yang terjadi.

Diiringi background music canon by Johann Pachelbe dan lagu Tegami yang dinyanyikan Maaya Sakamoto di album You Can’t Catch Me, menjadikan Kimi to Boku sebagai sajian a must watch movie for cat lovers or animal lovers!. Oh ya hati-hati kejebak dengan Kimi to Boku anime/manga yang satunya lagi ya, soalnya ceritanya beda sama sekali.









Title: Kimi to Boku / You and Me / キミとボク | Genre: Drama | Director: Kubota Takashi | Running Time: 45 minutes | Release Date: May 14, 2011 | Country: Japan | Language: Japanese | Cast: Nakamura Aoi, Maaya Sakamoto, Inaba Yu, Nakamura Eriko, Kobayashi Yuto | IMDb












February 28, 2014

Tada's Do-It-All House | Mahoro Ekimae Tada Benriken (2011)



Tada's Do-It-All House (2011)








Di kota fiktif Mahoro di bagian perfektur Kanagawa, merupakan kota yang membosankan dan tidak menarik. Orang-orang yang tinggal di Mahoro sama sekali tidak mempunyai ambisi untuk pergi dari kota tersebut dan jika mereka pergi, pasti akan kembali lagi nantinya. Begitulah kira-kira yang terjadi pada Tada Keisuke (Eita) yang menjalankan pekerjaan sebagai benriya di dekat stasiun kereta api. Benriya sendiri adalah pekerjaan yang mengharuskan mereka melakukan pekerjaan apa saja sesuai permintaan para klien mereka, dari bersih-bersih sampai menjaga hewan peliharaan. Suatu hari dia mendapat tawaran untuk menjaga seekor anak anjing chihuahua saat pemiliknya pergi untuk beberapa hari. 

Suatu hari, tiba-tiba anak anjing chihuahua tersebut menghilang ketika Tada meninggalkannya di mobil pick-up-nya saat menerima pekerjaan bersih-bersih. Ketika tengah sibuk mencarinya, Tada menemukannya tengah digendong oleh seorang pria di halte bus. Pria tersebut ternyata teman sekolahnya, Gyoten Haruhiko (Matsude Ryuhei) yang baru tiba di Mahoro karena suatu hal. Gyoten mengingatkan Tada bahwa dia bertanggung jawab atas sebuah insiden yang menimbulkan luka di jarinya ketika sekolah dulu. Gyoten pun menggunakan alasan klasik tersebut untuk menumpang semalam di tempat Tada. Satu malam berubah menjadi beberapa malam, hingga akhirnya tanpa disadari Gyoten menetap permanen ditempat Tada dan menjadi asisten Tada sebagai benriya. Mereka pun terlibat dalam berbagai kasus yang melibatkan berbagai macam orang dari berbagai lapisan masyarakat .


Mahoro Ekimae Tada Benriken berdasarkan best selling novel karya Miuri Shion dengan judul yang sama yang memenangkan Naoki Sanjugo Prize tahun 2006 silam. film ini merupakan prequel dari dorama Mahoro Ekimae Bengochi yang justru doramanya saya tonton duluan. Di film berdurasi 123 menit ini, diceritakan asal mula kedekatan antara kedua karakter utamanya, Tada dan Gyoten, serta kenapa akhirnya mereka menjadi duda. Sama seperti doramanya, film ini pun mempunyai plot dengan beberapa subplot yang tidak hanya membahas soal karakter utamanya saja, tapi juga hubungan keduanya dengan klien-klien mereka - yang kebanyakan mempunyai masalah. Seperti kisah dua orang prostitute, Lulu (Kataoka Reiko) dan temannya Haishi (Suzuki Anne) yang jadi korban stalker fans mereka. Ada juga kisah tentang seorang anak laki-laki yang bernama Yura (Yokoyama Kota), dimana Tada dan Gyoten harus menjemputnya setiap pulang sekolah karena sang ibu sibuk bekerja. Yura bersikap baik pada Tada dan Gyoten di depan ibunya, tapi ketika dia dijemput di sekolah, sikapnya malah menunjukkan perasaan yang tidak senang pada Tada dan Gyoten. Kisah tentang Yura ini yang sedikit menarik dibanding kisah-kisah lainnya di film ini.

Tapi, jujur, rentang waktu yang sangat lama, tentu akan membuat sebagian orang mengantuk dan bosan menonton film ini. Tak terkecuali saya. Yang membuat saya (terpaksa) tetap melek karena karakter kedua tokoh utamanya yang memang sangat menarik dan loveable. Bromance yang tercipta antara Tada dan Gyoten memang unik dan menarik karena kepribadian mereka yang sangat bertolak belakang. Ya, saya memang telah jatuh hati dengan karakter Tada dan Gyoten sejak menonton doramanya terlebih dahulu. Terutama Gyoten, yang sangat berhasil mencuri perhatian saya, baik di dorama mau pun filmnya. Saya yakin, jika bukan Eita dan Matsuda Ryuhei yang memerankan karakter Eita dan Gyoten, film ini akan sangat sangat membosankan dan tidak "hidup".

Memang, jika dibandingkan dengan doramanya, saya lebih menyukai doramanya ketimbang filmnya. Salah satunya karena durasi filmnya yang kelewat lama dan di beberapa bagian seperti bertele-tele dan tidak masuk akal. Jika konflik yang ada dipadatkan dalam durasi yang jauh lebih singkat, saya yakin film ini akan semakin menarik dan lebih baik. Tapi, ya begitulah ciri khas film-film Jepang yang notabene memang menyukai pace yang lambat sehingga terkadang penonton sudah menyerah duluan di pertengahan film. Tapi terlepas dari durasinya yang panjang, film ini cukup menarik dan menghibur. Dan pastinya bromance yang tercipta antara karakter Tada dan Gyoten akan meninggalkan kesan mendalam yang tak terlupakan.






Title: Mahoro Ekimae Tada Benriken (Tada's Do-It-All House) | Genre: Drama/Comedy | Director: Tatsushi Ōmori | Release date(s): 23 April 2011 | Running time: 123 minutes | Country:  Japan | Language: Japanese | Starring: Eita, Matsuda  Ryuhei, Kataoka  Reiko, Kora Kengo, Suzuki  Anne, Emoto Tasuku | IMDb



















March 23, 2013

Sunny (2011)

Rewatch


Sunny (2011)





Sunny (2011)

Sseo-ni
Drama | Comedy
Director: Kang Hyung-Chul
Release Date: May 4, 2011
Running time: 124 min.
Language: Korean
Country: South Korea

Kim Shi-Hoo



Rewatch : 21 March 2013






”If you ignore us because your life is too good, we’ll go and punish you. If You hide because your life sucks, we’ll go and make it better. I don’t know who will die first among us, but until that day, no, even beyond that day…we Sunny, will never break up“



Ketika pertama kali menonton film ini di tahun 2011 lalu, saya langsung terpikir untuk menonton ulang suatu hari nanti dan ternyata dua tahun kemudian baru saya lakukan. Yang membuat film ini begitu hype adalah kisahnya yang sangat dekat dengan kejadian sehari-hari kita dan mungkin saja kita pun pernah merasakannya. Menonton Sunny, ibarat mengenang semua nostalgia bersama teman-teman semasa sekolah. Dan membuat kita akan merasa kangen dengan mereka, yang mungkin keberadaannya tidak kita ketahui saat ini.


Ceritanya tentang seorang gadis remaja polos bernama Na-Mi yang baru pindah ke Seoul. Di kota sebelumnya, dia terkenal sebagai gadis yang paling cantik, tapi di Seoul, dia terlihat biasa saja karena masih lebih banyak gadis yang lebih darinya dalam segala hal.


Singkat cerita Na-Mi bergabung dengan sekelompok gadis di sekolah itu dan menamakan grup mereka Sunny. Kendati begitu, ada satu orang yang kurang suka pada dirinya yaitu Su-Ji, anggota yang paling cantik di Sunny. Selain itu Sunny juga memiliki grup lawan yang bernama Sonyeo Sidae a.k.a. Girls Generation.


Yang menarik dari film ini selain tema persahabatannya yang kental, adalah karena adanya porsi seimbang antara pemeran tiap karakter remaja dan karakter dewasa. Tiap pemain memainkan karakternya dengan sangat baik. Bahkan tiap karakter pemainnya kuat dan tak asal dompleng dari karakter utama. Favorit saya adalah karakter Jin-Hee yang hobinya mengucapkan sumpah serapah berisi caci maki dan Jang-Mi yang terobsesi ingin operasi plastik membuat lipatan mata ganda. Baik pemeran remaja maupun dewasanya mampu bermain dengan sangat baik. Dan tentunya dua jempol buat sutradara yang berhasil meng-casting pemeran remaja dan dewasa yang mirip wajahnya.


Alur ceritanya sendiri sebenarnya sangatlah simpel. Banyak scene yang pastinya akan kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Alur cerita yang maju mundur sesuai cerita yang dipaparkan dengan penggarapan yang menarik dan tidak biasa dimana tiap scene bisa bergantian dari scene jaman sekarang berganti ke scene era 80-an dengan silih berganti.


Asiknya lagi kita akan tahu bagaimana Korea Selatan di tahun 80-an kala itu, dimana hampir di tiap scene akan terlihat merek Nike atau Adidas (Hal ini seperti yang teman saya bilang kalo film atau drama Korea selalu suka promosi produk) dan tentunya lagu-lagu yang hits kala itu seperti “Sunny” milik Boney M. yang menjadi lagu wajib grup Sunny itu sendiri. Begitu juga dengan gaya dan dandanan khas tahun 80-an yang nyentrik dan norak.


Tak cuma bicara soal persahabatan dan masa-masa muda yang penuh suka duka dengan segala hal konyol yang mungkin saja pernah kita lakukan, film ini juga dibumbui dengan sedikit romansa masa muda dengan perasaan malu-malu tapi mau ketika pertama kalinya merasakan menyukai lawan jenis. Jadi, film ini secara langsung akan membuat kita bernostalgia kembali. 

  
Tapi tak hanya itu saja, kita pun akan melihat bahwa tak seorang pun yang tau bagaimana masa depan. Dimana mungkin kita berprediksi bahwa seseorang yang gemilang di masa mudanya, akan gemilang juga di masa mendatang. Tapi kenyataan memang tak seindah mimpi karena justru malah kebalikan yang terjadi. Hal ini dengan gamblang ditunjukkan dalam film ini melalui beberapa karakter lain dari anggota Sunny.


Percayalah, ini adalah jenis film yang akan disukai oleh semua orang dari segala golongan. Dan tentunya anda akan merindukan teman-teman anda semasa sekolah atau kuliah ketika anda selesai menonton film ini.

 
 










Translate

Waiting Lists

Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png