Showing posts with label Eita. Show all posts
Showing posts with label Eita. Show all posts

February 28, 2014

Tada's Do-It-All House | Mahoro Ekimae Tada Benriken (2011)



Tada's Do-It-All House (2011)








Di kota fiktif Mahoro di bagian perfektur Kanagawa, merupakan kota yang membosankan dan tidak menarik. Orang-orang yang tinggal di Mahoro sama sekali tidak mempunyai ambisi untuk pergi dari kota tersebut dan jika mereka pergi, pasti akan kembali lagi nantinya. Begitulah kira-kira yang terjadi pada Tada Keisuke (Eita) yang menjalankan pekerjaan sebagai benriya di dekat stasiun kereta api. Benriya sendiri adalah pekerjaan yang mengharuskan mereka melakukan pekerjaan apa saja sesuai permintaan para klien mereka, dari bersih-bersih sampai menjaga hewan peliharaan. Suatu hari dia mendapat tawaran untuk menjaga seekor anak anjing chihuahua saat pemiliknya pergi untuk beberapa hari. 

Suatu hari, tiba-tiba anak anjing chihuahua tersebut menghilang ketika Tada meninggalkannya di mobil pick-up-nya saat menerima pekerjaan bersih-bersih. Ketika tengah sibuk mencarinya, Tada menemukannya tengah digendong oleh seorang pria di halte bus. Pria tersebut ternyata teman sekolahnya, Gyoten Haruhiko (Matsude Ryuhei) yang baru tiba di Mahoro karena suatu hal. Gyoten mengingatkan Tada bahwa dia bertanggung jawab atas sebuah insiden yang menimbulkan luka di jarinya ketika sekolah dulu. Gyoten pun menggunakan alasan klasik tersebut untuk menumpang semalam di tempat Tada. Satu malam berubah menjadi beberapa malam, hingga akhirnya tanpa disadari Gyoten menetap permanen ditempat Tada dan menjadi asisten Tada sebagai benriya. Mereka pun terlibat dalam berbagai kasus yang melibatkan berbagai macam orang dari berbagai lapisan masyarakat .


Mahoro Ekimae Tada Benriken berdasarkan best selling novel karya Miuri Shion dengan judul yang sama yang memenangkan Naoki Sanjugo Prize tahun 2006 silam. film ini merupakan prequel dari dorama Mahoro Ekimae Bengochi yang justru doramanya saya tonton duluan. Di film berdurasi 123 menit ini, diceritakan asal mula kedekatan antara kedua karakter utamanya, Tada dan Gyoten, serta kenapa akhirnya mereka menjadi duda. Sama seperti doramanya, film ini pun mempunyai plot dengan beberapa subplot yang tidak hanya membahas soal karakter utamanya saja, tapi juga hubungan keduanya dengan klien-klien mereka - yang kebanyakan mempunyai masalah. Seperti kisah dua orang prostitute, Lulu (Kataoka Reiko) dan temannya Haishi (Suzuki Anne) yang jadi korban stalker fans mereka. Ada juga kisah tentang seorang anak laki-laki yang bernama Yura (Yokoyama Kota), dimana Tada dan Gyoten harus menjemputnya setiap pulang sekolah karena sang ibu sibuk bekerja. Yura bersikap baik pada Tada dan Gyoten di depan ibunya, tapi ketika dia dijemput di sekolah, sikapnya malah menunjukkan perasaan yang tidak senang pada Tada dan Gyoten. Kisah tentang Yura ini yang sedikit menarik dibanding kisah-kisah lainnya di film ini.

Tapi, jujur, rentang waktu yang sangat lama, tentu akan membuat sebagian orang mengantuk dan bosan menonton film ini. Tak terkecuali saya. Yang membuat saya (terpaksa) tetap melek karena karakter kedua tokoh utamanya yang memang sangat menarik dan loveable. Bromance yang tercipta antara Tada dan Gyoten memang unik dan menarik karena kepribadian mereka yang sangat bertolak belakang. Ya, saya memang telah jatuh hati dengan karakter Tada dan Gyoten sejak menonton doramanya terlebih dahulu. Terutama Gyoten, yang sangat berhasil mencuri perhatian saya, baik di dorama mau pun filmnya. Saya yakin, jika bukan Eita dan Matsuda Ryuhei yang memerankan karakter Eita dan Gyoten, film ini akan sangat sangat membosankan dan tidak "hidup".

Memang, jika dibandingkan dengan doramanya, saya lebih menyukai doramanya ketimbang filmnya. Salah satunya karena durasi filmnya yang kelewat lama dan di beberapa bagian seperti bertele-tele dan tidak masuk akal. Jika konflik yang ada dipadatkan dalam durasi yang jauh lebih singkat, saya yakin film ini akan semakin menarik dan lebih baik. Tapi, ya begitulah ciri khas film-film Jepang yang notabene memang menyukai pace yang lambat sehingga terkadang penonton sudah menyerah duluan di pertengahan film. Tapi terlepas dari durasinya yang panjang, film ini cukup menarik dan menghibur. Dan pastinya bromance yang tercipta antara karakter Tada dan Gyoten akan meninggalkan kesan mendalam yang tak terlupakan.






Title: Mahoro Ekimae Tada Benriken (Tada's Do-It-All House) | Genre: Drama/Comedy | Director: Tatsushi Ōmori | Release date(s): 23 April 2011 | Running time: 123 minutes | Country:  Japan | Language: Japanese | Starring: Eita, Matsuda  Ryuhei, Kataoka  Reiko, Kora Kengo, Suzuki  Anne, Emoto Tasuku | IMDb



















January 20, 2013

Memories of Matsuko (2006)


Memories of Matsuko (2006)








Memories of Matsuko (2006)
Kiraware Matsuko no isshô
 Comedy | Drama | Musical

Director: Tetsuya Nakashima
Release Date: May 27, 2006
Runtime: 130 min.
Language: Japanese
Country: Japan

Cast:
Miki Nakatani
Eita
Yusuke Iseya
Teruyuki Kagawa
Mikako Ichikawa
Asuka Kurosawa
Akira Emoto


Watched : 15 January 2013



"Every little girl dreams of being snow white, Cinderella, of living in a fairy tale..
then we wake up one day and see our white swan has become a black crow..
one life is all we get, if it's a fairy tale, it's a cruel one.."




Kehidupan Sho (Eita) sangat menyedihkan tatkala dia diputuskan pacarnya yang mengatakan bahwa hidup bersamanya sangat membosankan dan tak berarti. Lalu sang ayah, Norio Kawajiri (Teruyuki Kagawa), tiba-tiba datang dan mengetahui bahwa hidup Sho memang kacau balau selama dua tahun tinggal di Tokyo untuk menjadi seorang musisi. Kedatangan sang ayah tak lain untuk meminta bantuannya membersihkan apartemen kakak tertuanya, Matsuko (Miki Nakatani), yang meninggal. Sho sendiri tidak tahu bahwa dia mempunyai seorang bibi bernama Matsuko. Ayahnya lalu menceritakan bahwa Matsuko pergi meninggalkan rumah 30 tahun yang lalu. Bahkan beliau mengatakan bahwa hidup Matsuko meaningless.


Ketika Sho membersihkan apartemen Matsuko, sedikit banyak Sho menjadi penasaran seperti apa bibinya itu semasa hidup. Lalu, berdasarkan cerita orang-orang terdekat yang mengenal Matsuko, Sho jadi tahu tentang kehidupan masa lalu Matsuko. Bahkan Sho merasa bahwa hidupnya mirip dengan kisah sang bibi.


Lewat sajian alur maju mundur, Memories of Matsuko, yang sesuai dengan judulnya tersebut memang mengisahkan kehidupan seseorang bernama Matsuko dari kecil hingga dia meninggal. Pahit getir kehidupan disajikan dalam perjalanan hidup seorang Matsuko. Dengan tata sinematografi yang indah dan cantik serta iringan musik dan lagu yang bagus, film musikal ini mampu membuat betah menontonnya dalam durasi yang panjang, 130 menit. Saya tertipu mentah-mentah dengan posternya yang colorful. Tadinya saya menganggap film ini akan menyajikan hal-hal yang indah dan menyenangkan, tapi ternyata justru sebaliknya. Kendati demikian, film ini tidak disajikan secara kelam melainkan penuh warna dan ceria dengan sedikit humor di dalamnya.


Menonton film ini jadi membuat kita berpikir keras tentang arti kehidupan itu sendiri. Untuk apa kita hidup? Apa arti hidup itu sesungguhnya? Apakah hidup kita sudah bermakna, baik untuk diri sendiri atau pun untuk orang lain? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu pasti muncul dalam benak kita ketika kita menonton film ini. Lantas kita pun akan disajikan berbagai hal yang memang pasti ada dalam dunia nyata, sehingga semua pertanyaan tadi hanya kita lah yang bisa menjawabnya sendiri. Kita bahkan tidak tahu siapa yang harus disalahkan atas semua kejadian yang terjadi dalam cerita di film ini. Kisahnya begitu real dan bisa terjadi pada siapa saja. Kenyataan memang tak pernah seindah mimpi.


Tidak seperti kebanyakan film musikal yang pernah saya tonton, Memories of Matsuko dapat menyeimbangkan porsi dalam cerita dan musik dengan sangat bagus dan tepat. Sisipan dark humornya juga tidak berlebihan. Tetsuya Nakashima, yang sebelumnya saya kenal karyanya lewat Kokuhaku (Confessions) ini memang layak diacungin dua jempol sebagai sutradara film ini. Belum lagi visual yang ditampilkan dalam film ini benar-benar indah dipandang mata. Satu lagi yang saya suka adalah perubahan dari segi penampilan dari jaman ke jaman yang ditampilkan dengan sangat bagus.
 
Kesuksesan film ini tentu tak lepas dari skrip yang bagus dan jajaran pemainnya yang hebat. Banyak aktor-aktris terkenal Jepang yang main dalam film ini. Salah satunya Eita, yang kembali menunjukkan keeksisannya sebagai salah satu aktor Jepang yang pantas disanjung bukan hanya karena wajahnya yang tampan tapi juga karena aktingnya yang top. Walau pun di film ini Eita terlihat hanya sebagai "pemanis", tapi perannya cukup besar dan penting sebagai jembatan penghubung cerita tentang Matsuko.


Lalu ada Yusuke Iseya yang pertama kali saya kenal lewat perannya sebagai Morita dalam Hachimitsu to Clover. Penampilannya kali ini jauh lebih bagus ketimbang perannya sebagai Morita. Teruyuki Kagawa, walau perannya tak begitu besar, tapi tetap aktor gaek satu ini selalu total berakting dalam setiap film yang diperankannya. Begitu pun dengan Asuka Kurosawa yang perannya mampu mencuri perhatian dalam film ini sebagai JAV actress.


Dan tentunya sang aktris utama yang mampu menjadikan film ini gemilang adalah Miki Nakatani yang penampilannya juga memukau dalam dorama Jin. Bagaimana Miki benar-benar total memerankan karakter Matsuko yang terlihat ceria, sedih atau marah hanya lewat gesture atau mimik wajahnya. Tak salah dia diganjar banyak penghargaan lewat perannya sebagai Matsuko. Cantik dan jago akting, menjadi kombinasi yang pas untuk Miki Nakatani.


Jika berbicara secara jujur, saya akan menyatakan bahwa kisah Matsuko ini seperti ungkapan, "Muda menderita, tua mati sengsara".  Namun begitu kebahagiaan selalu diberikan Matsuko pada orang-orang di sekitarnya tanpa disadari. What a life! Mengutip salah satu ungkapan dalam film ini, “A life isn’t valued by what one receives. But by what one gives.” Memories of Matsuko adalah salah satu film Jepang terbaik yang penah dibuat.




January 13, 2013

Summer Time Machine Blues (2005)

Rewatch


Summer Time Machine Blues (2005)







Summer Time Machine Blues (2005)
Sama Taimumashin Burusu
  Comedy | Sci-Fi
Director: Katsuyuki Motohiro
Release Date: September 3, 2005
Runtime: 107 min.
Language: Japanese
Country: Japan 

Cast:


Rewatched 10 January 2013


    Gara-gara remote AC, terjadilah banyak kekonyolan yang membuat semua hal jadi berantakan. Loh, kok bisa? Ya, itulah yang terjadi dalam film berjudul Summer Time Machine Blues ini. Ini kali kedua saya menonton film ini dan tetap sukses membuat saya tertawa terbahak-bahak melihat ide segar nan kocak dalam tema film ini.


    Ketika liburan musim panas, 5 orang anggota klub Sci-Fi dan 2 orang anggota klub fotografi, harus berbagi tempat base camp mereka. Alhasil, tempat yang sempit tersebut menjadi bertambah panas ketika sebuah insiden "slow motion" yang diluar nalar terjadi dan tidak sengaja merusakkan remote AC. Padahal remote AC tersebut ibarat harta yang tak ternilai harganya di musim panas yang luar biasa menyengatnya. Gara-gara remote AC tersebut rusak, mereka sangat menderita.

     

    Tiba-tiba muncul seseorang yang dijuluki "Mushroom" dari masa depan dengan mesin waktu keesokan harinya. Salah seorang anggotanya memberi ide segar supaya mengambil remote AC yang belum rusak sehari sebelumnya. Apakah misi mereka akan berhasil?

     

    Summer Time Machine Blues, walau bergenre sci-fiction, tapi jangan anda anggap ini adalah film serius. Justru anda akan menemukan banyak aksi-aksi konyol yang mampu mengocok perut anda. Tapi, tema ceritanya sendiri unik dan segar. Memang, film ini adalah film komedi cerdas. Bahkan tetap ada penjelasan secara logika tentang mesin waktu dalam konsep ilmu pengetahuan.

     

    Lagi-lagi Eita membuktikan kualitas aktingnya yang bagus. Dia salah satu aktor favorit Jepang idola saya yang bisa berperan sebagai apa saja, mau peran lucu atau pun serius. Dan sepertinya inilah awal mula Eita diduetkan dengan Ueno "Nodame" Juri, karena setelah ini mereka berdua sangat sering main bersama. Peran Juri sendiri di sini terbilang tidak terlalu dominan dan karakternya serius seperti di Rainbow Song. Ini juga yang membuktikan aktris satu ini bisa memerankan karakter apa pun. Tentu saja peran yang membuatnya terkenal adalah ketika menjadi Nodame dalam Nodame Cantabile. Di film ini juga, Juri ketemu dengan Kuranosuke Sasaki  pertama kalinya sebelum main bareng lagi di Rainbow Song.


    Karakter Soga dan Niimi adalah karakter favorit saya dalam film ini, terutama jika melihat mimik dan gesture tubuh mereka yang mampu membuat saya tertawa terbahak bahak. Salah satunya ketika Niimi kehilangan Vidal "shampo" Sassoon-nya di tempat pemandian umum.


    Tapi yang paling sukses membuat saya tertawa terpingkal-pingkal adalah ketika akhirnya diketahui asal muasal patung kappa yang ada di lapangan kampus mereka. Itu adalah adegan terfavorit saya dalam film ini.

     

    Walau pun terlihat banyak adegan yang menampilkan promosi produk seperti coca cola, ritz, atau vidal sassoon,  tapi tidak terkesan seperti sedang promosi dan ditampilkan secara natural. Contohnya ketika adegan Niimi kehilangan vidal sassoonnya atau gara-gara coke yang diminum Niimi tumpah mengenai remote AC merupakan bagian dari cerita dalam film ini sendiri.


    Kendati berulang-ulang ditonton tapi saya tetap saja tertawa keras menyaksikan adegan-adegan yang ada di film ini. Bahkan film ini menjadi salah satu film bergenre comedy sci-fi favorit saya. Mungkin buat sebagian orang, cerita dan adegan dalam film ini terkesan konyol, tapi buat saya pribadi, semua yang ada dalam film ini sangat sangat menghibur, terutama jika sedang dalam kondisi stress. So, Summer Time Machine Blues menjadi terapi hiburan yang bagus buat saya pribadi dan semoga begitu juga buat anda.















    Translate

    Waiting Lists

    Sur mes lèvres.jpg Dark, brown-tinted and horror-themed image of a man in an asbestos-removal suit (to the right side of the poster), with an image of a chair (in the middle of the image) and an image of a large castle-like building at the top of the image. The text "Session 9" is emboldened in white text in the middle of the image, and near the bottom of the image is written, "Fear is a place." Lisbeth Salander with Mikael Blomkvist The Girl Who Played with Fire.jpg Page turner.jpg Le trou becker poster3.jpg Nightwatch-1994-poster.jpg Headhunter poster.jpg On the Job Philippine theatrical poster.jpg The Song of Sparrows, 2008 film.jpg The-vanishing-1988-poster.jpg Three Monkeys VideoCover.png