Poetry (2010)
Shi
Agnes's song
“…daughter,
How is it over there?
Is it still glowing red at sunset?
Are the birds still singing on the way to the forest?
Can I convey the confession I dared not make?
Now it is time to say goodbye,
Like the wind that lingers and then goes.”
(Agnes replies) “Goodbye to the grass kissing my weary ankles.
I pray nobody should cry.
I bless you before crossing the black river.
I’m beginning to dream of a bright sunny morning,
The wild flower shyly turning away.
How deeply I loved.
I am beginning to dream a bright sunny time…
And to meet you,
Standing beside me.”
Yang Mija (Yoon Jeong-hee), seorang wanita tua berusia 60 tahun lebih, sehari-harinya bekerja paruh waktu sebagai perawat seorang pria lansia. Walaupun mendapat tunjangan dari pemerintah, namun belum cukup untuk menghidupinya beserta cucunya, Jong Wook (David Lee), yang tinggal bersamanya karena dititipkan oleh ibunya. Kesehariannya semakin bertambah sulit ketika ia kemudian didiagnosa penyakit Alzheimer pada stadium awal, yang lama kelamaan akan bertambah parah. Belum lagi dengan sebuah kejadian tewasnya seorang siswi sekolah yang ternyata memiliki sangkut paut dengan cucunya. Namun, di tengah masalah yang menimpanya, Mija mengikuti sebuah kursus penulisan puisi untuk membantunya menghadapi segala musibah tersebut dan memberinya kekuatan untuk bertahan.
Dengan alur yang lamban dan durasi yang lebih dari dua jam, bahkan tanpa aktor atau aktris yang good-looking, mungkin buat sebagian orang, film ini akan terasa membosankan dan terkesan berat. Apalagi berkisah tentang hidup seorang nenek (yang jelas sudah tidak good-looking lagi) yang hanya tinggal dengan cucunya yang memasuki masa 'bandelnya' khas remaja, semakin terlihat tidak menarik. Tapi jangan salah, justru film ini tidak menyajikan jajaran pemain yang hanya bermodal tampang dengan akting pas-pasan (bisa juga dikatakan tidak bisa berakting) atau cerita yang dangkal. Poetry menyajikan sebaliknya. Diramu dengan jalan cerita yang bagus dan dengan naskah dialog yang bagus juga, film ini akan membuat kita betah untuk menontonnya.
Apalagi jika menyaksikan kisah hidup sang nenek, Mija, yang sangat baik diperankan oleh aktris kawakan Korea Yoon Jeong-hee, kita akan terbawa suasana yang diciptakannya. Di satu sisi, kita akan merasa sangat kasihan akan kepedihan yang dialaminya, tapi di sisi lain kita justru bangga dan salut akan perjuangannya dan sifat pantang menyerahnya. Perawakan dan gayanya yang modis dengan selalu memakai topi membuat kita semakin menyukai karakter Mija.
Sayangnya, walau cerita terfokus pada karakter sang nenek, beberapa elemen dan karakter lain seperti terasa terlupakan. Misalnya tentang cucunya, Wok yang terlibat kasus, entah kenapa tidak ditampilkan scene dimana Mija seharusnya bertanya lebih dalam tentang kasus tersebut pada Wok. Entah memang sengaja ditampilkan ngambang begitu, atau karena begitu banyaknya beban Mija, sehingga penonton diharapkan berpikir dengan cara mereka sendiri, bagaimana dan apa yang terjadi terserah pada persepsi masing-masing. Begitu pun dengan kelas puisi yang tidak ditampilkan secara mendetail, walaupun beberapa ilmu dapat diperoleh seperti basic untuk membuat puisi beserta elemen-elemen yang penting untuk membuat puisi.
Tapi jangan takut, puisi yang ditampilkan cukup menarik dan mungkin bisa menginspirasi. Terutama puisi di akhir cerita yang penuh dengan perasaan sedih, kesepian, ketakutan bahkan impian. Ada satu scene yang sangat memorable buatku yaitu ketika Mija bercerita tentang suatu hal yang paling mengesankan dalam hidupnya. Hal yang mengesankan itu ternyata hanyalah ingatan sederhana tentang masa kecilnya bersama kakaknya.Ya, itulah Mija, yang terlihat begitu kuat di dalam, namun ternyata sangat rapuh di luar.
No comments:
Post a Comment