Pertama
kali saya melihat poster film ini dipajang di bioskop dengan judul
"coming soon" tertera besar-besar di atas posternya, saya sebenarnya
enggan untuk menontonnya. Bahkan saya sempat berujar dalam hati;
"Alahh.. palingan juga ceritanya klise banget! Judulnya aja nggak banget, gitu!" Dan saat itu saya tidak tahu (tidak mau tahu sebenarnya, sih!) bahwa
Upi Avianto
adalah sutradaranya. Begitu saya tahu bahwa film ini digarap Upi - saya
kebetulan suka dengan karya-karya Upi - dan kebetulan juga film ini
tiba-tiba ngehits banget,
hype untuk menonton seketika muncul.
Bukan, bukan karena saya selalu mendengar selentingan orang-orang yang
berkata bahwa film ini lucu banget atau bagus dan hal positif lainnya
(toh, saya juga malas berekspektasi tinggi), tapi karena saya ingin
membuktikan sendiri perkataan rekan kerja saya yang bilang bahwa
karakter Bossman mirip dengan boss saya. Dan saya pun harus setuju
seratus persen dengan ucapan rekan kerja saya tersebut. Kelakuan bossman
beneran mirip sekali dengan boss saya.
Seriously! He's 100% percent looks like my boss. Bedanya boss saya nggak stupid, tapi rempong banget.
Boss, you have to watch this~

Cerita My Stupid Boss berdasarkan kisah nyata curhatan seorang karyawati tentang bossnya di sebuah blog
Chaos@work yang kemudian dijadikan novel. Dan seperti novelnya, film ini pun hanya
fokus pada keseharian Bossman dengan karyawannya. Tak ada konflik yang berarti sama sekali, hanya seputar kekesalan Diana pada sang boss yang absurd dan nyeleneh, dimana dia terpaksa harus
stuck dalam hubungan kerja yang
chaos setiap saat. Bahkan, s
etting filmnya pun terbatas dan lebih dominan di kantor yang sempit dan tertutup yang menimbulkan kesan bahwa para karyawannya merasa tertekan dengan perlakuan sang boss. Sebagai penulis naskah dan sutradara, Upi telah berhasil meramu My Stupid Boss dengan santai, segar, lepas, dan tentu saja mengundang tawa sehingga film ini menjadi sajian
full komedi yang menghibur. Baru kali ini saya menonton di bioskop bisa tertawa terbahak-bahak seperti ini.
Tentunya karena saya ingat kelakuan boss saya sendiri. Untuk urusan komedinya, film ini memang menang walau beberapa leluconnya monoton dan seringkali diulang-ulang terus, tetapi untuk urusan cerita malah biasa saja. Banyak adegan yang terasa repetitif. Jika film ini dibuat dalam bentuk sitkom pasti amat bagus. Namun, mengingat ini dibuat dalam film, maka eksekusi yang tadinya bagus di awal malah terasa sedikit membosankan di pertengahan dan kemudian diakhiri dengan terburu-buru. Sahabat saya bahkan sampai bertanya seperti ini: "S
ebenarnya apa, sih inti ceritanya?" Wah, wah..
Sebegitu burukkah jalan ceritanya? Tidak, sih! Hanya saja cerita di akhir dan karakter Bossman yang tiba-tiba berubah di akhir cerita tersebut terkesan terlalu dipaksakan. Walau, toh akhirnya Upi kembali ke jalan yang benar untuk mengakhiri film ini dengan mengembalikan lagi karakter Bossman yang asli dan membuat penonton bisa sedikit tersenyum lagi.

Kali ini
Reza Rahadian dan
Bunga Citra Lestari (BCL) kembali dipersatukan setelah sebelumnya pernah bermain bersama dalam
Habibie dan Ainun (2012). Penampilan Reza jelas juara. Ekspresi dan
gesture yang dihasilkannya saja sudah mampu membuat ketawa, apalagi melihatnya dalam penampilan yang sangat berbeda; berkumis, perut buncit, kepala nyaris botak, konyol, dan ucapannya seringkali tak jelas dengan logat Jawa yang kental.
Reza, you have to play in comedy again! Bahkan kali ini dia jauh lebih konyol dan lucu dibanding di
Kapan Kawin?. BCL bermain cukup bagus sebagai Diana alias Kerani. Mungkin benar adanya jika diarahkan dengan sutradara yang bagus dan lawan main yang bagus juga, maka besar kemungkinan pemain yang tadinya biasa saja bisa bermain dengan bagus juga. Setidaknya saya lupa bahwa selama ini akting BCL biasa-biasa saja setelah melihatnya bermain di film ini. Film ini juga didukung oleh para pemain dari Malaysia seperti
Bront Palarae sebagai
Adrian yang selalu menggoda
Norahsikin yang diperankan oleh
Atikah Suhaime,
Iskandar Zulkarnain sebagai Azhari yang selalu berzikir dengan tasbih, dan
Chew Kinwah sebagai Mr. Kho yang tukang tidur.
Bront Palarae sebelumnya pernah bermain dalam serial
Halfworlds sehingga cukup familiar wajahnya.
Chew Kinwah yang memerankan karakter Mr. Kho yang paling
mencuri perhatian dengan ekspresi datarnya yang selalu kebingungan. Deretan departemen aktingnya merupakan kesatuan yang solid, sehingga mampu menghidupkan film ini dengan sangat baik. Selain itu, film ini juga memanjakan penontonnya dengan tampilan visualnya yang
eye catching dan menarik. Setting, properti, kostum dan make-upnya pun sangat bagus dan pas (sedikit mengingatkan saya pada film favorit saya,
Amelie).
Saya sangat suka dengan setting rumah Diana~. Poin plus lainnya adalah hadirnya lagu-lagu legendaris Malaysia seperti
Gerimis Mengundang dan
Cindai.
No comments:
Post a Comment